Xcerita88 - Sebut namaku Dede, semasa kuliah aku tinggal bersama kakakku Deni dan istrinya Dina. Aku diajak tinggal bersama mereka, karen...
Xcerita88 - Sebut namaku Dede, semasa kuliah aku tinggal bersama kakakku Deni dan istrinya Dina. Aku diajak tinggal bersama mereka, karena kampusku dekat dengan rumah mereka, daripada aku kost. Usiaku dengan Kak Deni selisih 5 tahun dan Dina 2 tahun lebih tua dariku.
Karena Kak Deni bertugas di kapal, ia sering jarang di rumah. Sering kulihat Dina kelihatan kesepian karena ditinggal kakakku. Kuhibur dia dan akhirnya kami sering bercanda. Lama-lama Terkesan kalau Dina lebih dekat ke aku dibanding Kak Deni. Karena Kak Deni jarang pulang akhirnya kami sering keluar jalan-jalan. Dan terkadang kami nonton bioskop berdua untuk menghilangkan rasa sepi Dina. Sering Dina dikira pacarku, tentu aku jadi bangga jalan dengannya.
Seluk beluk di dirinya membuat mata terpikat dan tak lepas melirik. Keesokan harinya sepulang kuliah kulihat rumah sepi. Sesaat aku bingung ada apa dan kemana Dina. Sesaat kulihat di celah pintu kamarnya ada cahaya TV. Segera kucek apa ia ada di kamar.
Kubuka pintunya, sesaat kuterdiam, terlihat di TV kamarnya adegan yang merangsang, sekilas kulihat Dina sedang terlentang dan ia kaget akan kehadiranku. “Maaf Mbak!” sahutku dengan tidak enak.
Lalu kututup pintu kamar dan keluar. Sekilas teringat yang sekilas kulihat tadi. Dina sedang asyik memainkan buah dadanya yang besar dan daerahnya yang indah dengan sebagian kulit yang tak tertutup sehingga memamerkan beberapa bagian tubuhnya. Sesaat beberapa lama di dalam kamar.
Rasanya kuingin menonton yang Dina tonton tadi. Lalu kusetel CD simpanan di kamarku. Tampaknya birahiku muncul melihat adegan-adegan itu, sesaat terlintas yang dilakukan Dina di kamarnya. Tubuhnya merangsang pikiranku untuk berkhayal.
Akhirnya seiring adegan film aku berkhayal bercinta. Kukeluarkan penisku dan kumainkan. Sesaat aku kaget, Dina masuk ke kamarku. Rupanya aku lupa mengunci pintu. Ia terlihat terdiam melihat milikku. Wajahnya tegang dan bingung. Sesaat kami sama-sama terdiam dan bingung.
“Ma.. maaf, ganggu ya,” tanya Dina dengan matanya yang menatap milikku.
“Eh.. enggak Mbak, a.. ada apa Mbak,” sahutku dengan tanganku yang masih memegang milikku.
“Nggak, tadi ada apa kamu kekamar?” tanya Dina dengan bingung karena kejadian ini.
“Oh itu, sangkain aku rumah kosong, aku nyari Mbak,” sahutku sambil kumasukkan milikku lagi.
“Kamu nonton apa?” tanya Dina lalu melihat film yang kusetel.
“I.. itu.. sama yang tadi,” sahutku dengan isyarat yang ditonton Dina di kamarnya.
Dina terdiam sesaat sambil melihat film.
“Maaf Mbak, boleh pinjem yang tadi nggak?” tanyaku dengan malu.
“Boleh, kenapa enggak?” jawab Dina.
“Mau minjem Mbak.. apa mau nonton di sini?” tawarku kepada Dina.
“Sekalian aja deh, biar rame,” jawabnya.
Adegan demi adegan difilm kami lewati, dan beberapa kali kami mengganti film. Kami juga berbincang dan mengobrol tentang yang berhubungan di film. Mungkin karena kami sering berdua dan bicara dari hati ke hati akhirnya kami merasakan ada kesamaan dan kecocokan.
Kami tidak canggung lagi. Rasanya kami sama-sama menyukai tapi kami sadari Dina milik kakakku. Kami akhirnya biasa duduk berduaan dengan dekat. Sering dan banyak film kami tonton bersama. Kami akhirnya mulai sering melirik dan bertatapan mata. Sesaat saat film berputar tanpa kami sadari, tatapan mata kami membuat bibir kami bersentuhan. Tampaknya gairah kami sama dan tak bisa dibendung dan kami tergerak mengikuti iringan gairah dan birahi. Aku pikir ciuman tak apalah, akhirnya bibir dan lidah kami saling bersaing. Nafsu membuat kami terus berebutan air liur.
Beberapa lama kami nikmati kejadian ini, kemudian kami tersadar dan berhenti. Kami hanya bisa diam dalam pelukan. Mata kami tak sanggup bertatapan. Rasanya bingung. Cukup lama kami berpelukan sampai akhirnya kami duduk biasa lagi. Kehangatan tubuh dan sikap Dina memancing birahiku. Beberapa lama kami tak bisa mengeluarkan kata-kata. Perlahan kubuai rambut panjang Dina.
Tampaknya ia menyukainya. Perlahan tanganku mengelus pundaknya. Sesaat kami bertatapan lagi. Wajahnya dewasa dan cantik, kurasakan wajah yang mengharapkan sentuhan dan kehangatan. Kurasakan isyarat dari Dina untuk berciuman lagi. Tanpa basa-basi kulahap bibirnya, ahh nikmat rasanya. Bibirnya terasa lembut di bibirku. Lalu dada kami saling berhadapan. Sekilas kulihat buah dadanya yang besar. Lalu kupeluk Dina dengan maksud ingin menyentuh dan merasakan miliknya.
Sesaat kurasakan miliknya di dadaku, besar, empuk dan besar. Perlahan tanganku mengelus-elus pahanya yang lembut dan halus. Sebagai penjajakan kuelus selangkangannya, tampaknya ia menikmatinya. Kurasakan tanganku ia elus sebagai tanda ia menyukainya. Tanpa menunggu aku segera meraba-raba daerah sensitifnya.
Sesaat tanganku ia raih dan ia giring ke dadanya. Ahh, akhirnya kurasakan buah dada yang besar di dekapan tanganku. Sesaat kurasakan milikku didekap tangan Dina, ahh rasanya aku menikmatinya. Perlahan tangannya memainkan, nikmat rasanya. Perlahan kulepaskan tangan Dina dari milikku.
Klikbandar88 Agen Sakong Online | Bandar66 | Capsa Susun | Bandar Poker | Judi Domino99 | BandarQ | AduQ | Poker
Kubuka sebagian celanaku sehingga milikku menghunus tegap. Kuraih tangannya dan kuarahkan ke milikku. Sesaat tangannya mendekap milikku, ia mainkan lalu beberapa lama kemudian wajahnya menuju ke milikku dan ia hisap. Ah, lembutnya mulut Dina. Rupanya ia suka menghisap milikku. milikku keluar masuk di mulutnya secara perlahan seiring tangannya yang mengayun-ayun milikku.
Perlahan kuangkat kaosnya sehingga terlihat buah dada yang tertutup bra. Kuraih kaitannya dan kulepas. Perlahan tanganku menyusup di branya lalu meraba dan meremas buah dadanya yang besar, halus dan lembut. Kurasakan putingnya yang kenyal mengeras, dadanya pun mengeras. Lalu tanganku menuju celana pendeknya dan kubuka bersama celana dalamnya. Ahh, indah tubuhnya bila tanpa pakaian dan sangat merangsang.
Pinggangnya yang ramping dan pinggul yang lumayan, kulitnya putih bersih dan mulus. Kuelus-elus bokongnya yang halus dan lembut. Pahanya kuraba lalu bulunya dan tonjolan sensitifnya. Seiring hisapannya kumainkan bibir vagina yang sudah basah perlahan jariku masuk ke liang vaginanya. Kurasakan lembut di jemariku, nikmat rasanya.”Dede.. oouuhh..” ucapnya seiring jariku yang tertancap di liangnya. Sesaat kemudian kurasakan gerakan mulut dan nafasnya tambah cepat. Kurasakan air liur Dina membasahi milikku.
Cukup lama mulutnya bermain sampai ku tak tahan menahan maniku. “Mmmhh..” ucap Dina seiring semburanku di dalam mulutnya. Kurasakan mulutnya tetap menghisap milikku, lalu maniku dan terus sampai beberapa lama. Kemudian bibirnya selesai bermain. “Udah De?” sahutnya dengan isyarat apakah aku puas.
Aku tersenyum melihat wajah cantiknya yang memucat dan merangsang. Rasanya milikku belum puas masuk di mulutnya. Kemudian ia terbaring dengan jariku yang masih masuk di liangnya. “Mbak yang ini belom,” sahutku dengan isyarat jariku yang keluar masuk di liangnya.”Emang kenapa?” tanyanya dengan isyarat wajah yang menanyakan apa keinginanku. Kemudian kubuat posisi bersetubuh.
Kaki Dina mengangkang lebar dan terangkat seakan siap bermain. Bibir vagina yang agak merah terlihat jelas olehku. Milikku yang terhunus akhirnya menyentuh bibir vaginanya yang lembut yang sudah basah. Perlahan kumasukkan dan akhirnya hilang tertelan di liang Dina yang lembut.
“Mmhh..” desah Dina dengan dagunya yang perlahan terangkat dan telapak kakinya memeluk pinggulku. Milikku keluar-masuk diliangnya dan dada Dina membusung seakan tidak kuat merasakan kenikmatan sentuhanku. “Ooouuhh.. oouuhh..” berulang desahan itu Dina keluarkan. Beberapa lama kurasakan nikmatnya tubuh Dina.
Klikbandar88 Agen Sakong Online | Bandar66 | Capsa Susun | Bandar Poker | Judi Domino99 | BandarQ | AduQ | Poker
Perlahan kurasakan pinggul Dina bergerak sehingga mempercepat gesekan penis dan liangnya. Sessat ia dekap tubuhku. Tubuhnya menegang. “Dede..” ucapnya dengan getaran kenikmatan. Aahh Kurasakan penisku didekap kuat liang Dina. “Ooouuhh,” desah nikmat Dina. Kulihat Dina mulai melemas pasrah. Melihat ini gairahku meningkat seakan tubuhnya santapanku. Nafsuku membuat milikku keluar masuk dengan cepat.
Ahh, puncakku disaat penisku masih di dalam liang Dina. Aku tak dapat menahan semburanku karena nikmatnya tubuh Dina. “Ooouuhh..” desah Dina mengiringi setiap semburanku. Milikku kubiarkan tertancap terus. Tampaknya Dina tak menolaknya. Tubuhku belum puas menikmati tubuhnya. Terkadang tanganku menikmati dada dan putingnya. Dan beberapa kali kami berciuman lagi. Aku tak peduli walaupun bibirnya bekas milik dan maniku karena benar-benar nikmat.
Sampai tenaga kami pulih, kurasakan dekapan liang Dina yang agak mengering basah lagi. Lalu kami bermain lagi. Ini terus kami lakukan sampai kami tak kuat dan tidur kelelahan. Esoknya kami tersadar dan kami mandi bersama. Tampaknya kami menyukai kejadian kemarin.
Rasa bersalah hilang karena Kami rasakan kecocokan, dan kami teruskan hubungan ini. Karena kakakku jarang di rumah kami sering berdua, tidur bersama dan mandi bersama dengan sentuhan-sentuhan yang nikmat. Ini menjadi rahasia kami berdua seterusnya. sampai aku memiliki istri dan sama-sama mempunyai anak kami terus berhubungan.
Xcerita88 - Gue merupakan anak ke empat dari lima bersaudara yang sekarang berumur 25 tahun… gue punya pembokat namanya Desi yang sampai ...
Xcerita88 - Gue merupakan anak ke empat dari lima bersaudara yang sekarang berumur 25 tahun… gue punya pembokat namanya Desi yang sampai sekarang masih setia ngabdi di keluarga gue semenjak masih gadis hingga udah menikah dan kemudian cerai dengan suaminya.
Kriteria pembokat gue dengan postur body menantang toket ukuran 36 B plus bokong yang bak bemper yang padet, tinggi badannya kira kira 160 dan berkulit putih…. karena pembantu gue ini orang asal Kota Bandung, umurnya sekarang kira kira 29 tahun.
Silakan bayangkan gimana bodynya, gue aja kalo liat dia lagi ngepel langsung otomatis dede yang di dalem celana langsung mengeliak saat bongkahan dadanya memaksa keluar dari celah kerah bajunya. Terkadang di pikiran gue terlintas pemikiran kapan yang bisa nyicipin tubuh montok pembokat gue yang aduhai itu… udah naga bonar gak bisa di ajak kompromi lagi, liat sedikit aja langsung bangun dari tidurnya…
Pernah suatu hari gue lagi mau ganti baju di dalam kamar pas waktu itu gue lupa ngunci pintu… tiba tiba gue kaget pembokat gue masuk tanpa ngetuk ngetuk lagi, mungkin dia pikir udah lama kerja sama keluarga gue n udah kenal gue dari gue masih SD…
“Eh…, lagi ganti baju ya… Min” kata pembantu gue sambil buka pintu kamar gue tanpa ada rasa kegelisahan apa apa saat liat gue gak pake apa apa… cuma tinggal CD aja yang belom gue lepas.
“Mbak, ketok dulu dong kalo mau masuk kamar Amin… gimana kalo pas masuk Amin lagi telanjang…” celetuk gue sama dia
“Emangnya kenapa sih Min, saya kan udah lama kerja di keluarga Amin… ,lagian’kan waktu masih SD juga kamu suka pake CD aja kalo di rumah…”. Kata Desi sama gue yang kayaknya acuh terhadap posisi gue yang telanjang.
“Mbak… itu’kan dulu, waktu saya masih SD. Sekarang’kan saya sudah besar… Mbak memang gak malu yah liat saya kalo telanjang bulat gak pake apa apa…” celetuk asal keluar dari mulut.
“Iiiihhh…. malu gapain… lagian saya juga gak mau liat… yah udah sana kalo mau ganti baju, mbak mau beresin kamar kamu nih yang berantakan mulu tiap hari kayak kandang sapi…”
Karena dia menjawab dengan rasa yang tidak keberatan kalo gue ganti baju disaat ada dia. Dengan santai gue mulai turunin CD gue yang nutupin kontol gue yang udah mulai agak kenceng dikit… Tanpa sengaja gue tangkap lirikan matanya yang memandang ke arak selangkangan gue yang di tumbuhin rambut yang lebat…
“Nah… tuh ngeliatin mulu… katanya tadi mbak Desi gak mau liat, sekarang liat mulu…”
“Siapa yang liat… wong saya lagi beresin sprei yang berantakan ini kok…” bantah dia karena malu mungkin kepergok ngelihat kearah selangkangan gue.
AKhirnya gue tinggal dia di dalam kamar gue yang sedang beresin kamar gue yang berantakan itu, di luar gue jadi teringat gimana yah caranya buat bisa nikmatin tubuh pembantu gue yang bahenol ini… dan gue rasa dia juga kayaknya penasaran sama kontol gue yang gede ini… buktinya beberapa kali gue pergokin dia ngelirik terus kearah gue. Pas suatu hari libur, hari minggu keluarga gue pada pergi ke rumah kerabat gue yang mau nikahin anaknya.
“Min… kamu mau ikut gak. Mama semuanya mau pergi ke pesta pernikahan anaknya tante Ami di Bandung…”. Tanya Mama gue.
“Kapan pulangnya Ma,…” Jawab gue sambil ngucek ngucek mata karena baru bangun…
“Mhhhmmm,… mungkin 2 hari deh baru pulang dari Bandung, kan capek dong Min kalo langsung pulang… kamu tanya kapan pulang, kamu mau ikut gak… atau mau di rumah saja” tanya mamaku kembali…
“Kayaknya dirumah aja deh Ma… abis capek ah, jauh… lagian besok Amin ada acara sama teman teman Amin…” jawabku seraya kembali membenamkan kepalaku kembali ke bantal…
“Yah udah… mama mau berangkat jalan kamu baik baik yah jaga rumah… mau apa minta aja sama Mbak Desi yaa…”
“Desi… Desi… Desi…” panggil Mamaku .
“Iya Nyah…, Maaf saya lagi nyuci. Kurang denger tadi Nyonya panggil. Kenapa Nya…” Jawab Mbak Desi
Sambil datang dari belakang yang ternyata sedang cuci baju… baju yang dikenakan sebetulnya tidaklah menantang, namun karena terkena air sewaktu mencuci menjadi bagian paha dan dadanya seakan transparan menantang…
“Desi… kamu jaga rumah yah selama saya dan tuan pergi ke Bandung”
“Iya Nyah… ,” jawab kembali pembokat gue itu ke mama gue…
Setelah kira kira selang beberapa jam setelah keberangkatan mamaku… akhirnya Gue keluar dari kamar hendak buang air kecil. Perlu Bro2 ketahui jarak antara tempat pembantu gue nyuci sama kamar mandi deket banget… waktu gue jalan ke kamar mandi, gue liat pembantu gue yang lagi nyuci baju dengan posisi duduknya yang buat naga di dalam cd gue bangun…
Pembantu gue pake T-shirt putih yang tipis karena dah lama di tambah lagi kaosnya kena air, secara langsung keliatan jelas banget BH krem yang dipake pembantu gue berserta paha mulusnya yang udah agak terbuka karena duduknya hingga keliatan CD putihnya…
“Anjriiit, mulus juga nih pembantu gue meskipun udah janda anak satu tapi dari paha dan teteknya masih keliatan kenceng, kayak cewek yang belum pernah kesentuh sama laki laki”.oceh gue dalam hati sambil kencing trus ngelirik ke pahanya yang mulus itu.
Sambil kencing gue mikir gimana caranya buka omongan sama pembantu gue, biar gue bisa agak lamaan liat CD dan teteknya yang aduhai itu… pantes banyak tukang sayur selalu suka nanyain Mbak Desi mulu kalo tiap pagi…
“Mbak gimana kabar Ani, sekarang udah umur berapa… Mbak Desi kok bisa sampai cerai sih sama suaminya”Iseng gue tanya seputar hubungan dia sama mantan suaminya yang sekarang udah cerai, dan kenapa bisa sampai cerai… gugup juga sih gua waktu nanyanya kayak gue nih psikolog aja…
“Kok tiba tiba Amin tanya tentang itu sih sama Mbak…? ”
“Gak pa pa kan Mbak… ?”
“Anak mbak sekarang udah umur lima tahun, mbak cerai sama suami mbak karena dia pengangguran… mau nya enak doang. Mau bikinnya tapi gak mau besarin. Ya… lebih baik mbak minta cerai aja. masa sih mbak sendiri yang banting tulang cari uang, sedangkan suami mbak cuman bangun, makan, main judi sampai subuh… males Min punya suami pengangguran, lebih baik sendiri… sama aja kok” Jawab pembantu ku panjang lebar, seraya tangannya tetap membilas baju yang sedang ia cuci.
Ini dia masuk ke dalam dialog yang sebenarnya… akhirnya pembicaraan yang gue maksud agar gue arahin pembicaraan hingga tentang persoalan hubungan intim.
“Lah… bukannya enakan punya suami, mbak… daripada gak ada…”
“Enak dari mananya Min… punya suami sama gak punya sama aja ah…”
“Loh beda dong mbak…”
“Beda dari mananya Mih… coba jelasin, aah kamu ngomongnya kayak kamu dah pernah ngerasain menikah aja sih Min…” tanya pembantuku sambil bercanda kecil.
“Yah beda lah mbak… dulu kalo masih ada suami kan kalo lagi pengen tinggal minta sama suami mbak… sekarang udah cerai pas lagi pengen… mau minta sama siapa…” Jawab gue sambil menjuruskan kalimat kalimat yang gue tuju ke hal yang gue inginin.
“Maksud Amin apa sih… mau apa. Ngomongnya jangan yang bikin mbak bingung dong Min…”
“Gini mbak, maksudnya apa mbak gak pernah pengen atau kangen sama ini nya laki laki…” waktu gue ngomong gitu sambil gue turunin dikit celana pendek gue, trus gue keluarin punya gue ngadep ke depan mukanya…
“Iiih gede banget punya kamu Min… punya mantan suami mbak sih gak begitu gede kayak gini…” Jawab mbak Desi sambil melotot ke kontol gue yang udah Super tegang, karena dari tadi udah minta di keluarin.
“Kangen gak sama Kontol laki laki mbak…” tanya Gue kembali yang sempat membuyarkan pandangan mbak Desi yang dari setadi tak lepas memandang kontolku terus.
“…… waduh mbak gak tahu deh Min…, kalo punya mbak dimasukin sama punya kamu yang gede kayak gini. Gimana rasanya mbak gak bisa ngebayangin…”
“Lho… mbak saya kan gak tanya apa rasanya di masukin sama punya saya yang lebih gede dari punya mantan suami mbak. Saya kan cuman tanya apa mbak gak kangen sama punyanya laki laki2” Padahal didalam hati gue udah tahu keinginan dia yang pengen ngerasain kontol gue yang super size ini…
“mmmmhhhhh… maksud mbak Desi sih… yah ada kangen sama punya laki laki… tapi kadang kadang mbak tahan aja, abis mbak kan dah cerai sama suami… ” jawab mbak Desi yang keliatan di pipinya merona karena merasa jawabannya ngawur dari apa yang gue tanyain ke dia”
“Mbak… boleh gak saya pegang tetek mbak ”
“Iiihh… Min kok mintanya sama mbak sih, minta dong sama pacar Amin… masa sama mbak…”
“Yah… gak pa pa sih, saya mau ngerasain begituan sama mbak Desi… gimana sih begitu sama ce yang udah pernah punya anak… boleh yah mbak… ” kata gue sambil mendekatkan kontol gue lebih dekat ke mulutnya…
“iiih Amin… punya kamu kena mulut mbak nih… memangnya kamu gak malu gituan sama mbak Desi…” jawab mbak dian sambil merubah posisi duduknya sambil menghadap ke kontol gue dan ngelepasin baju yang sedang dia bilas…
“Yah gak lah kan gak ada yang tahu… lagian kan gak ada yang tahu, kan sekarang gak ada orang selain mbak Desi sama saya” jawab gue sambil yakinin ke dia, biar di mau kasih yang gue pengen.
“Tapi jangan keterusan yah… trus kamu mau di apain sama mbak…”
“Mbak mulutnya di buka dikit dong, saya mau masukin punya saya ke dalam mulut mbak Desi…”
“Iih… gak ah jijik… masa punya kamu di masukin ke dalam mulut mbak… mbak gak pernah lakuin kayak gini sama mantan suami mbak, gak ahh… ” tapi posisi tangannya sekarang malah megang kontol gue sambil ngocok ngocok maju mundur.
“Cobain dulu mbak enak loh… anggap aja mbak Desi lagi kemut permen lolipop atau es krim yang panjang” rayu gue ngarep mbak Desi mau masukin kontol gue ke dalam mulutnya yang mungil itu.
Akhirnya permintaan gue diturutin tanpa banyak ngomong lagi mbak Desi majuin mukanya kearah kontol gue yang udah super tegang itu kedalam mulutnya yang mungil… sementara dia emut kontol gue maju mundur yang terkadang di selingin jilatan jilatan yang bikin gue pegang kepalanya trus gue tarik maju hingga kepala kontol gue mentok sampe kerongkongan mbak Desi.
“Ooooooh… mbak emut truuuus mbak…. ennnnak banget” sambil tangan gue mulai turun megang teteknya yang mengoda itu.
Tengah Artikel
Tangan gue masuk lewat kerah kaosnya, trus langsung gue remes kera teteknya… Tangan mbak Desi juga kayaknya gak mau kalah sama gue. Dia malah makin ngedorong pantat gue dengan tangannya hingga hidungnya nempel sama jembut gue…
Karena tempatnya kurang tepat untuk bertempur lalu gue ajak mbak Desi ke ruangan tengah sambil ngemut kontol gue jalan ke ruangan tengah. Perlu di ketahui mbak Desi merangkak seperti anjing yang haus sex gak mau lepas dari kontol gue, merangkak berjalan ngikutin langkah kaki gue yang mundur ke arah ruang tengah. Gue liat mulutnya yang mungil sekarang terisi kontol gue… tangannya sambil remas remas buah dadanya sendiri…
” Mbak Desi lepasin dulu dong kontol saya, buka dulu baju mbak Desi. Entarkan mbak juga nikmatin sepenuhnya punya saya…”
” Min…. punya kamu enak banget… mbak kira dari dulu jijik kalo liat ce ngemut punyanya cowok… ehh ternyata nikmatnya bener bener bikin ketagihan Min…”
Dengan cepat mbak Desi membuka seluruh baju dan roknya yang tadi basah karena kena air… Wooow, sungguh pemandangan yang sangat indah… kini di hadapan gue telah ada seorang wanita yang telanjang tanpa tertutup sehelai benang… berjalan menghampiri gue dengan posisi doggie style mbak Desi kembali memasukkan kontol gue ke dalam mulutnya yang mungil itu.
Dengan jelas bisa gue liat buah dada yang gelantungan dan bongkahan pantat yang begitu padat, yang selama ini udah banyak bikin kontol gue penasaran pengen di selipin diantara bongkahan itu…
nafas suara mbak Desi semakin lama semakin membara terpacu seiringin dengan birahi yang selama ini terkubur di dalam dirinya. Sekarang terbangun dan mendapatkan suatu kepuasan seks yang selama ini ia tahan tahan.
Sementara mbak Desi ngemut kontol gue, gue remas teteknya yang menantang itu terkadang gue pegang MQ nya yang ternyata udah banjir oleh cairan kenikmatan. Gue tusuk tusuk jari tengah gue ke dalam memeknya hingga mbak Desi ngeluarin desahan sambil meluk pantat gue…
” Mmmmhhhhh….. ooooooohhhhhh……” desahannya begitu menambah gue buat semakin cepat menusuk nusuk liang kenikmatannya semakin cepat.
“Min…..OOooooohhhh…. Min… enak Min… enak….” Desahan mbak Desi benar benar membuat semakin terangsang… tusukan jari yang gue sodok sodok pun semakin gencar…
” Aaaaaahhhh…. Amiiiinnnn…. OOOhhhhh Ammiiiinn… mbakkkkk….. mmmmbbaa….. klllluuuaar… ” bersamaan dengan desahan mbak Desi yang panjang, akhirnya mbak Desi telah mencapai puncak kenikmatannya yang terasa di jari tengah yang gue sodok sodok ke lubang MQ nya waktu mbak Desi menyemprot cairan kenikmatannya….
Karena mbak Desi telah mengalami organismenya yang pertama, maka Gue pun tak mau kala. Irama sodokkan kontol gue percepat kedalam mulut mbak Desi berkali kali hingga desahan panjang gue pun mulai keluar yang menandakan sperma gue akan muncrat…
” Mbak, Amin mau kkkkelllluaaar…. aaaaahhhh…. sedot mbak… sedot peju Amin…. ” kata gue sama Mbak Desi sambil menahan kepalanya untuk memendamkan kontol gue hingga masuk ke tenggorokannya. Namun Mbak Desi meronta-ronta tidak menginginkan sperma gue keluar di dalam mulutnya… sia-sia rontahan mbak Desi, Sperma gue akhirnya keluar hingga penuh di dalam mulutnya.
Crroooot…. Crooot… crooot… akhirnya Gue semburkan berkali kali peju gue di dalam mulut mbak Desi. Meskipun pada saat Mbak Desi tidak ingin menelan Sperma gue namun gue memaksanya untuk menelannya dan menikmati Sperma gue yang segar itu.
Posisi mbak Desi masih sama seperti sebelumnya, namun sekarang kakinya seperti kehilangan tenaga untuk menahan berat badannya mengalami kenikmatannya… dari sela sela bibirnya mengalir sisa spermaku yang di jilat kembali. Tubuh mbak Desi kini terkapar tak berdaya namun menampilkan sosok wajah penuh dengan kepuasan yang selama ini tak ia dapatkan. Melihat expresi wajahnya membuat gue kembali semakin nafsu… karena dari tadi gue anggap hanyalah pemanasan.
Klikbandar88 Agen Sakong Online | Bandar66 | Capsa Susun | Bandar Poker | Judi Domino99 | BandarQ | AduQ | Poker
Setelah itu gue berjalan mendekat ke tubuh mbak Desi yang sedang lemes… trus menelentangkan posisi tubuhnya dan gue renggangkan kedua belah pahanya. Dengan tangan sebelah kanan gue genggam kontol gue yang udah tegang terus menerus mengesek gesekan kepala kontol gue di atas permukaaan Memek mbak Desi yang udah licin, basah karena cairan kenikmatan milik mbak Desi.
Saat Gue mau menjebloskan kontol gue yang udah menyibak bibir memeknya, tiba tiba mbak Desi menahan dada gue dan berharap gue gak masukin kontol gue ke dalam memeknya yang sudah lima tahun gak pernah terisi sama kontol laki laki…
Karena saat itu nafsu gue udah sampe otak, gue dah gak perduli lagi sambil tetap ngeliat ke bawah tempat dimana kontol gue sekarang akan menembus liang kenikmatan yang sungguh sungguh mengiurkan…
“Tenang mbak tahan dikit… saya ngerti mungkin kontol saya terlihat terlalu besar dibandingkan memek mbak. Tapi nanti disaat udah masuk kedalam memek mbak… nikmatnya akan 10x lipat nikmat yang pernah mbak Desi rasain sama mantan suami mbak…” gue bisa liat di matanya takut saat detik detik gue akan menghujang basoka yang besar ini kedalam memeknya yang terbilang sempit…
” Miiiinn….. peeellllannn… mbak ngeri liat punya kamu yang besar banget itu…. ” kata mbak Desi sambil melirik ke arah basoka rambo yang siap mengaduk-aduk isi memeknya.
” Iya… Amin coba pelan pelan masukinnya… mbak tahan dikit yah… mungkin karena dah lama aja mbak kali mbak… ” kataku kembali kepada mbak Desi seraya meyakinkan hatinya.
Sambil kembali menaikkan kembali libidonya, gue gesek gesek kepala kontol gue tepat diatas bibir memeknya yang mulai kembali basah sama cairan kewanitaannya. Terkadang gue selipin sedikit demi sedikit ke dalam liang memeknya mbak Desi, lalu gue tarik kembali dan mengesekkan kembali ke memek nya yang merah segar itu. sleep…sleep… sleeep… mungkin saking basahnya memek mbak Desi hingga mengakibatkan suara seperti itu….
” hhmmmmm… eeee… ssstttt….. Miiiin… Miiiin… Kamu apain punya mbak. ” tanya mbak Desi sambil matanya terpejam mengigit bibir bawahnya sendiri…
” Miiin… udah dong… jangan bikin mbak Desi kayak gini trus…. masukkin aja Miin ”
” Mbak mohon kasihan kamu… masukin punya mu ke punya mbak… mbak gak tahan lagi… ooohhh… eemmmm… ” rengek mbak Desi sama gue mengharap segera kontol gue masuk ke dalam memeknya dan memompa dia.
” Tahan mbak yah… ” lalu tanpa menunggu jawaban selanjutnya ku tancapkan seluruh batang kontol gue yang udah dari tadi mau mengobok ngobok memeknya.
” Miiiiiinn…… ” sahut mbak Desi di saat pertama gue terobos memeknya, tangannya langsung merangkul leher gue. Seperti orang yang menggantungkan setengah badannya.
” Pelan… pelan… Miiiin… nyeri… bannngeet …”
Namun gue gak sahutin ucapan mbak Desi, karena gue lagi nikmatin sesuatu yang memijit kontol gue yang terkadang menyedot nyedot kontol gue ini. Rasanya begitu nikmat hingga gue tancap lagi lebih dalam sampai terasa kontol gue mentok di dasar rahim mbak Desi yang montok ini. Desahan liar mbak Desi pun semakin tak karuan… terkadang dengan tangannya sendiri mbak Desi memelintir puting susunya yang udah mengeras…
” Gimana Mbak masih sakit… sekarang rasanya apa… enak gak mbak… ” tanya ku kepada mbak Desi setelah gue liat raut mukanya yang penuh dengan expresi kenikmatan.
Gerakkannya dan goyangan pinggulnya yang mengikuti irama enjotan gue pun semakin lama semakin liar. Kadang kadang pantatnya di hentakkan ke atas yang berbarengan dengan sodok sodokkan yang gue hujam ke memeknya. Cerita Seks Pembantu
” Miiiinn… Miiinn… kamu hebat banget… Minn….”
” Miiin… mmmmmaaauuu… mmmmmbbbaaakk keluar nih… OOOOOoooooohhh “
Cengkraman tangannya di punggungku dan lipatan kedua kakinya pada pinggangku bersamaan dengan erangan panjang yang menandai bahwa mbak Desi akan menyemburkan air maninya…Karena gue masih ngaceng dan semakin bertambah bernafsu setelah ngeliat raut muka seorang janda beranak satu ini merasa kepuasaan, lalu tanpa banyak buang waktu lagi.
Gue langsung membalikkan tubuh mbak Desi dan memintanya untuk menungging, ternyata mbak Desi tanpa bertanya kembali ia menuruti permintaan gue yang ingin cepat cepat menghajar kembali memeknya…
” Amiin, kamu memang hebat Miin… mbak baru pertama kali di entot sama laki laki lain selain mantan suami mbak sendiri “
” Miin, sekarang kamu mau apain aja mbak ikutin aja… yang penting mbak bisa ikut nikmatin punya kamu Miin… ” kata mbak Desi sambil mempersiapkan memeknya dengan membersihkan memeknya dari cairannya sendiri yang mengalir hingga di kedua pangkal pahanya. Beberapa kali ia seka memeknya sendiri hingga bersih dan terlihat kering kembali… dan siap untuk di santap kembali.
Sekarang di hadapan gue mbak Desi sudah siap dengan 2 pasang bongkahan pantatnya yang masih kenceng, dengan posisi kepalanya lebih rendah dari pada pantatnya. Liang kewanitaannya seakan akan menantang Kontol gue untuk memompa memeknya mbak Desi kembali… Jelas terlihat belahan bibir memeknya yang membuka sedikit mengintip dari celah daging segar karena barusan gue entot.
Dengan tangan sebelah kanan gue pegang batang kontol gue dan tangan sebelah kirinya gue membuka belahan pantatnya yang mulus sambil terkadang gue usap permukaan memeknya yang tandus bukan karena suka di cukur namun memang sudah keturunan, setiap wanita dikeluarga tidak akan memiliki bulu/jembut pada memek. Sungguh indah sekali pemandangan yang terpampang, memek yang mengiurkan terjepit oleh dua bongkahan pantatnya yang bahenol itu.
Kumajukan kontol gue hingga menempel di permukaan memek mbak Desi, mengorek gorek permukaan memeknya dengan kepala kontol gue. Ternyata apa yang gue lakukan ini sangat dinikmati oleh mbak Desi sendiri… yang terkadang selalu mendesah setiap kali bibir memeknya tersibak karena gesekan kepala kontol gue.
Lalu dengan gerakan perlahan gue tusuk memek mbak Desi perlahan biar sensasi yang timbul akan semakin nikmat disaat itilnya ikut masuk bersama dengan dorongan kontol gue yang mulai terpendam.
” Geli banget Min rasanya… tapi lebih enak Min rasanya daripada sebelumnya… ”
” Minn… lebih keras…. Minn… puasin mbak Minn… ” pinta mbak Desi.
” Minn… lagiii… laggiii… Minn… lebiiihhh.. kencenggg lagi… ” pinta kembali mbak Desi sambil mulutnya yang ter engap engap seperti ikan yang baru saja keluar dari air.
Hujaman kontol gue kini semakin cepat dan semakin gencar ke dalam memeknya… hingga menimbulkan suara suara yang terjadi karena sodokan sodokan kontol gue itu. Tingkat aktivitas yang gue lakukanpun kini semakin gencar. Tangan gue memeras buah dada mbak Desi hingga erangan mbak Desi pun semakin menjadi tak kala hentakan kontol gue yang kencang mengesek dinding liang kewanitaannya.
Klikbandar88 Agen Sakong Online | Bandar66 | Capsa Susun | Bandar Poker | Judi Domino99 | BandarQ | AduQ | Poker
Cukup lama juga gue memompa mbak Desi dengan style doggie ini, hingga gue menyuruh mbak Desi berganti variasi seks. Posisi mbak Desi sekarang tidur terlentang namun kakinya menimpa pada kaki sebelahnya dan badannya agak miring, dengan posisi ini memeknya yang terhimpit terlihat seakan membentuk belahan memek.
Lalu kembali lagi gue masukin kontol gue yang masih keras ini kedalam memek mbak Desi, dengan tangan sebelah gue menahan di pinggulnya. Kali ini dengan mudah kontol gue masuk menerobos liang kewanitaannya, enjotan gue kali ini benar benar nikmat banget karena sekarang posisinya kontol gue serasa di jepit sama pantatnya.
Setiap dorongan kontol gue menimbulkan sensasi yang lebih di raut muka mbak Desi. Mukanya mendahak ke arah gue sambil memegang lengan tangan sebelah kiri sambil mulutnya terbuka.
” Mbak… enak gak… kontol Amin… ” tanya gue sama mbak Desi dengan nafas yang telah terengah engah.
” Enaaaak… Miin …. Truuus …. Miin…. jangan brenti… ”
” Ngomong mbak Desi kalo mulai saat ini mbak memang pelacur Amin… mbak suka banget sama kontol Amin…” Suruh gue ke mbak Desi buat niru ucapan gue.
” Mbak memang pelacur Amin… kapan aja Min mau… mbak layani… sssstt… Min… ”
” Mbak suka bngeeeeet… koooontol Amiiin… ennnntotin mbak Tammmiii tiap hari Miiin… entotin… entotin…. trussss “
Mendengar seruan mbak Desi yang tertahan tahan karena nafsu yang besar kini sudah menyelubungi seluruh saraf ditubuhnya, menambah birahi gue semakin memuncak. Menambah gue semakin cepat dan cepat mengentotin mbak Desi, sampai sampai goyangan buah dadanya seiringan dengan dorongan yang gue berikan ke dalam memek… Akhirnya mbak Desi kembali mencapai puncaknya kembali, sambil memasukan jarinya kedalam lubang anusnya sendiri…
” Miiin… mbak.. mmmmau… kllllluaaar laaagi…. ooooooohhh…Miiinn…. ” erang mbak Desi yang hendak memuncratkan air semakin membuat ku terangsang karena mimik mukanya yang sungguh sungguh mengairahkan.
Dengan badan yang telah lunglai, mbak Desi terkapar seperti orang yang lemah tak berdaya. Namun pompaan kontol gue yang keluar masuk tetap gak berhenti malah semakin lama semakin cepat. Tiba tiba gue ngerasain sesuatu yang berdenyut denyut disekitar pangkal kontol gue.
Dengan keadaan mbak Desi yang sudah tidak berdaya aku terus mengentotin memeknya tanpa memperdulikan keadaan mbak Desi yang sekujur tubuhnya berkeringat karena kelelahan setelah gue entotin dari tadi.
” Mbaaaak,,… Amin…niii mmmaaau.. kkkeluarrrr… Aaaahhhh…. ” Seruku disaat sesuatu hendak mau menyembur keluar dan terus menerus memaksa.
Crrrooot… Crrrooot… CCrooot… akhirnya gue tersenyum puas dan mencabut kontol gue dari dalam memek mbak Desi lalu memangku kepalanya dan meminta mbak Desi membersihkan bekas bekas cairan gue yang bececeran di selangkangan gue…
Gak pernah gue sia sia in saat berdua dirumah… setiap saat gue mau, langsung gue entot mbak Desi. Saat mbak Desi lagi ngegosok baju tiba tiba gue sergap dia dari belakang dan langsung buka celananya dan gue entot mbak Desi dalam keadaan berdiri dan slalu gue keluarin di dalam memeknya dan yang terkadang gue suruh mbak Desi BJ gue lalu gue keluarin di dalam mulutnya serta langsung di nikmatin cairan gue itu… katanya nikmat…
Hari hari yang sangat sungguh indah selama beberapa hari gue selalu entotin mbak Desi dengan berbagai variasi seks… hingga sampai mbak Desi sekarang hebat dalam mengemut kontol gue… Mbak Desi pun gak pernah menolak saat gue membutuhkan memeknya karena dia juga sudah ketagihan sodokan kontol gue.
Sering malam malam mbak Desi suka masuk ke kamar gue dan suka sepongin kontol gue hingga gue bangun dan langsung gue entot mbak Desi
Klikbandar88 Agen Sakong Online | Bandar66 | Capsa Susun | Bandar Poker | Judi Domino99 | BandarQ | AduQ | Poker
Xcerita88 - kehidupan di dunia memang berjalan seperti nasehat Sang Budha di atas. Setidaknya itulah romantika kehidupan yang dialami ked...
Xcerita88 - kehidupan di dunia memang berjalan seperti nasehat Sang Budha di atas. Setidaknya itulah romantika kehidupan yang dialami kedua tokoh dalam cerita kita kali ini. Tokoh yang pertama adalah Ferry, seorang sopir taksi berusia 31 tahun yang melewatkan hari demi hari kehidupannya dengan beragam nuansa: terkadang sangat melodramatis, romantis, sentimentil, bahkan lucu.
Selama bekerja sebagai sopir taksi di ibukota selama beberapa tahun Ferry telah banyak menemui kejadian yang menegaskan fenomena itu. Suatu ketika, ia mengembalikan dompet seorang ibu yang ketinggalan di taksinya.Sesungguhnya, ia tidak mengharapkan keuntungan apa-apa dari situ, sebab baginya kejujuran dan kepolosan sudah menjadi bagian integral dari jiwa, tubuh dan segenap aktifitas kesehariannya.
Kalau pun kemudian, si ibu dengan ekspresi wajah lega dan ucapan terima kasih tak terhingga, lalu memberikan uang sebagai penghargaan atas ‘jasa’ nya, dan kemudian dengan halus si sopir itu menolaknya, itu semata-mata karena apa yang telah ia lakukan sudah menjadi tugasnya. Komitmen Ferry untuk menjunjung tinggi ‘harkat ke-supir taksi-an’ saya, tak lebih. Pada kesempatan lain, ia menolong seorang korban kecelakaan lalu lintas di depan kampus sebuah perguruan tinggi.
Ia segera membawanya ke unit gawat darurat rumah sakit terdekat, dengan tidak memperhitungkan lagi berapa tarif taksi yang dapat diperolehnya bila ia tetap mengabaikan kejadian itu. Semua terasa seperti tindakan ‘bawah sadar’ yang telah terbentuk sedemikian rupa selama bertahun-tahun, sejak ayahnya yang telah almarhum menanamkan nilai-nilai kearifan tradisional dalam diri Ferry.
Hari itu Ferry kembali menjalani rutinitasnya seperti biasa. Untuk yang satu ini memang bukan rutinitas yang lazim, karena setiap petang tiba, ia menjemput Ana (25 tahun), tokoh sentral berikutnya, yang adalah seorang wanita panggilan ‘kelas atas’ yang tinggal di sebuah rumah mewah di sebuah kompleks pemukiman real estate, untuk kemudian membawanya ke suatu tempat, di mana saja, yang telah disepakati sebelumnya oleh pelanggan setianya itu. Ana sudah menyewa taksi Ferry selama enam bulan.
Jadi pada jam-jam tertentu–biasanya petang hari–Ferry menjemputnya di rumah tersebut, membawanya ke tempat yang senantiasa berbeda-beda tergantung mana yang ditunjuk wanita itu, lantas mengantarnya kembali pulang setelah ‘bisnis’-nya usai pada jam-jam tertentu pula.
Ana membayar cukup mahal untuk tugas tersebut dan Ferry menerima itu sebagai bagian tak terpisahkan dari harkat ‘ke-supir taksi-an’ nya. Ia tidak menganggap itu sebagai kerja yang hina lantaran menerima bayaran dari hasil desah dan keringat maksiat Ana. Ini bagian dari tugas, demikian ia mencari alasan pembenarannya. Ferry selalu menganggap persetan dengan semua anggapan sinis tentang dirinya. Baginya, ia tetap memiliki hak untuk menentukan sikap dan melakukan apa yang terbaik bagi dirinya sendiri. Prinsip sederhana memang tapi logis.
Sudah empat bulan lamanya Ferry melakukan ‘tugas rutin’ itu. Ia sudah berusaha menghilangkan beban psikologis apa pun termasuk perasaan cinta. Terus terang sebagai seorang pria, Ferry memang tidak dapat mengingkari kata hati bahwa Ana memang cantik dan diam-diam ia telah jatuh cinta pada pandangan pertama.
Dengan rambut sebahu, wajah oval proporsional, hidung bangir, kulit putih dan postur tubuh ramping semampai, Ana tampil mempesona mata setiap pria yang melihatnya, termasuk dirinya. Sebagai lelaki bujangan dan normal, Ferry tidak dapat menepis getar-getar aneh saat wangi parfum Ana yang khas menyerbu hidung ketika ia masuk ke taksinya. Tapi ia berusaha menekan perasaan itu sekuat-kuatnya.
Terlebih, ketika muncul rasa cemburu, saat Ana terlihat digandeng oom-oom kaya yang lebih pantas menjadi ayahnya. Ferry seyogyanya harus menempatkan diri pada posisi yang benar: ia adalah pelanggan dan saya hanya supir taksi. Maka ia mematuhi ‘rambu-rambu’ itu secara konsisten.
Terlebih secara fisik dan finansial ia kalah jauh dibanding Ana, mana mungkin wanita gedongan dan sudah terbiasa menikmati kemewahan seperti Ana mau dengan sopir taksi miskin dengan tampang ndeso seperti dirinya, bukankah itu bagaikan pungguk merindukan bulan? Ferry cukup tahu diri mengenai hal ini. Percakapan mereka pun, baik ketika pergi maupun pulang, biasa-biasa saja. Tak ada yang istimewa, bahkan nyaris bersifat rutin. Ferry berusaha menjaga jarak dengan Ana agar tidak terlibat lebih jauh ke masalah yang sifatnya terlalu pribadi. Namun belakangan ini sudah ada sedikit ‘peningkatan kualitas pembicaraan’.
Tidak hanya sekedar, ‘Mau ke mana?’ atau ‘Jam berapa mau dijemput?’, dan sebagainya. Ana mulai menanyakan latar belakang pribadi sang sopir langganannya itu hingga menanyakan ada berapa jumlah penumpang di taksinya untuk hari ini. Tentu Ferry pun ada rasa gembira pada perkembangan menarik ini. Mulanya sang sopir agak rikuh tapi perlahan ia mulai dapat menyesuaikan diri dan menjadi pembicara atau pun pendengar yang baik.
Seiring berjalannya waktu, hubungan emosional mereka pun berlangsung hangat. Ana mulai tak canggung-canggung mengungkap riwayat hidupnya pada si sopir. Ia ternyata produk keluarga broken home. Ayah dan ibunya bercerai ,ibunya kabur bersama pria lain sehingga ia ikut ayahnya yang pemabuk dan tukang main pukul. Ia tidak tahan dan prihatin dengan kondisi seperti itu sehingga memutuskan untuk minggat dari rumahnya dan mengadu nasib ke ibukota. Kuliahnya pun tidak selesai. Awalnya ia tinggal di rumah seorang famili jauhnya dan mulai mencari pekerjaan agar dapat mandiri.
“Saya harus terus hidup dan berjuang”, kata Ana menetapkan hati.
Bermodalkan kecantikan dan keindahan tubuhnya, ia menjadi SPG lalu tak lama mulai memasuki dunia model. Foto-foto dirinya pernah menghiasi majalah fashion, lifestyle hingga majalah pria dewasa. Selain itu ia juga mendapat peran kecil dalam beberapa sinetron lokal. Namun, tanpa disadarinya, perlahan namun pasti ia terjerumus ke lembah nista. Kehidupan malam dan hingar bingar pesta, sepertinya memberikan keleluasaan baru dan ia bagai memperoleh jati diri di sana.
Sejak itu Ana pun dikenal sebagai model plus-plus, ia menjadi primadona di kalangan atas. Hampir semua klien-nya siap melakukan apa pun untuk berkencan dengannya. Belakangan, ia kemudian menjadi ‘simpanan’ seorang direktur sebuah bank swasta ternama di negeri ini, dengan tip dan bayaran yang sangat besar plus rumah mewah komplit segala isinya. Sang Direktur hanya datang pada waktu-waktu tertentu saja untuk menemui Ana. Meskipun begitu, profesinya tak juga ditinggalkan, selain menjadi model ia menjadi wanita panggilan kelas atas.
“Saya menyukai pekerjaan ini,” katanya suatu ketika, suaranya terdengar serak dan terkesan dipaksakan.
Ferry melirik melalui kaca spion, wanita cantik itu duduk santai di belakang, menyelonjorkan kaki dan menyalakan rokok. Ferry tersenyum dan kembali mengalihkan pandangan ke depan. Ana tak menjelaskan lebih jauh pernyataan yang telah dikeluarkan. Hanya kepalanya terangguk-angguk pelan menikmati lagu melankolis ‘When A Man Loves A Woman’-nya Michael Bolton yang mengalun dari radio di tape mobil Ferry.
“Omong-omong…Abang sudah punya pacar atau udah berkeluarga?” tanyanya tiba-tiba.
Kontan Ferry gelagapan dan agak kehilangan konsentrasi mengemudi.
“Saya sih udah cerai Mbak” ia menjawab tersipu, “ya waktu masih di kampung dulu sampai sekarang yah ginilah, masih sendiri”
Sebuah jawaban yang jujur terlontar dari mulut si sopir itu. Ana terkekeh. Ia menghirup rokoknya dalam-dalam. Rimbun asapnya mengepul-ngepul, memenuhi kabin taksi. Ferry menelan ludah.
“Kalau Mbak Ana sendiri bagaimana?” ia balik bertanya.
“Abang tahu sendiri, kan? Banyak. Banyak sekali,” sahut Ana, suaranya terdengar hambar, kedengarannya ia seperti melontarkan sebuah lelucon atau apologi? entahlah
“Banyak memang. Tapi hampa,” Ferry menanggapi dengan getir.
Untuk beberapa saat Ana terdiam. Ia mematikan rokoknya, lalu merenung…lama. Hanya deru mesin mobil dan getar alat air conditioner taksi terdengar. Lalu lintas di larut malam itu memang telah sepi. Sebagian lampu jalan telah dipadamkan. Ferry tiba-tiba menyadari kecerobohan dan kelancanganya, maklum sebagai orang kampung ia terbiasa bicara ceplas-ceplos apa adanya.
“Eh…maaf ya Mba,apa saya….”
“Nggak apa-apa Bang. Itu emang benar, mereka hampa, cuma punya tubuh dan nafsu, bukan jiwa dan cinta,” Ana bertutur dengan lirih.
Ferry menghela nafas panjang, ia merasa dadanya sesak, simpati pada nasib wanita secantik Ana harus bernasib demikian.
“Hidup menawarkan banyak pilihan, Mbak.”
“Tapi saya tak punya pilihan!” sangkal Ana dengan nada suaranya meninggi.
“Kearifan menyikapi dengan landasan moral, itu kunci untuk memilih. Kita memang tak akan pernah tahu apakah pilihan hidup kita sudah tepat. Tapi setidaknya, kita mesti punya pegangan yang kokoh untuk menentukan ke mana kita mesti melangkah,” Ferry berkata lembut berusaha menghiburnya.
Terdengar nafas berat Ana di belakang. Suasana terkesan kering dan kaku.Keduanya tak bercakap-cakap lagi hingga taksi Ferry tiba di gerbang depan rumah yang dituju.
Ana hanya mengucapkan ‘Selamat malam. Sampai jumpa besok sore’.
Ferry pun pulang ke rumah kontrakannya dengan rasa bersalah yang bertumpuk, sepertinya ia telah menyinggung wanita itu dengan omongannya. Ketika selesai tugas malam itu, ia menemukan sebuah lipstick di lantai belakang taksinya.
Keesokan harinya
Hari itu adalah hari terakhir kontrak sewa Ferry dengan Ana. Ia menjalani rutinitas ekstranya seperti biasa, ia menjemput Ana pada waktu dan tempat yang sama.
“Maaf, apa ini punya Mbak? Kemarin saya nemuin di belakang” kata Ferry sambil menunjukkan lipstick yang dipungutnya kemarin
“Ohh…iya benar, makasih ya Bang, sepertinya jatuh waktu saya ngambil rokok kemarin” Ana tersenyum berterima kasih seraya mengambil lipstick itu.
Kekakuan komunikasi akibat ‘insiden’ semalam berangsur-angsur lenyap. Ferry pun berusaha untuk lebih hati-hati berkata-kata agar menjaga perasaan Ana.
“Apa Mbak tidak bosan dengan rutinitas seperti ini?” ia membuka percakapan,
“Apa Abang punya ide yang baik?” wanita cantik itu balas bertanya.
“Yah… misalnya rutinitas yang baru. Kawin dengan lelaki yang mampu memberi nafkah cukup lahir batin–tidak sekedar limpahan materi yang semu belaka, hidup bahagia, punya anak dan menikmati kehidupan,” Ferry mengucapkan kalimat tersebut sesantai mungkin tanpa beban, ia ingin mendengar pendapat Ana mengenai hal ini.
Sejenak Ana terdiam. Ferry kembali melirik ke belakang lewat kaca spion mobil. Wanita itu terlihat sangat cantik dengan make up tipisnya, parasnya yang memukau seperti bercahaya, dibanding para pelacur warung remang-remang atau pinggir jalan tentu ibarat bumi dan langit. Ia melepas pandang ke luar melalui kaca jendela taksi yang buram, sepertinya memikirkan sesuatu.
“Itu angan-angan yang terlalu ideal, Bang,” jawabnya pada akhirnya.
“Jangan melihat ini sebagai sesuatu yang naif, Mbak. Saya rasa pendapat saya cukup realistis. Gak mengada-ada. Setiap orang, baik lelaki maupun wanita, pasti pernah berpikir mengenai hal itu: Kebahagiaan hidup berkeluarga. Semuanya akan kembali pada prinsip dan keinginan orang yang bersangkutan, sepanjang ia sadar dan yakin hal itu bakal memberikan ketenteraman bagi jiwanya, hatinya dan segenap aktifitas kesehariannya,” Ferry mencoba berargumen.
“Kita punya takaran penilaian yang berbeda Bang. Tak akan bisa bertemu. Jangan terlalu banyak bermimpi. Kita hidup berada dalam kemungkinan-kemungkinan. Apa yang bakal terjadi kemudian, kita gak bisa menebak. Dan itu sering tidak persis sama seperti yang kita bayangkan,” ujar Ana lirih dengan bibir bergetar.
Ferry menarik nafas, putus asa.
“Apakah Mbak menganggap bahwa lakon hidup yang Mbak lakukan selama ini sama persis seperti yang Mbak bayangkan sebelumnya?”
“Memang gak sama Bang. Bahkan sangat jauh berbeda. Saya gak pernah mengimpikan menjalani kehidupan seperti ini. Tapi, bukankah ini bagian dari kemungkinan-kemungkinan hidup? Gak berarti saya mengatakan bahwa saya menolak kehidupan berkeluarga. Saya bukan orang yang munafik lah, terus terang dalam hati saya tetap mendambakan seorang suami yang dapat menyayangi dan memanjakan saya serta anak sebagai tambatan hati. Namun, kalau saya telah menemukan ketenangan pada profesi yang saya lakoni saat ini, bagi saya bukanlah suatu pilihan yang keliru. Setiap orang memiliki cara masing-masing untuk memaknai hidupnya.”
“Apa Mbak merasa bahagia dengan memaknai hidup dengan jalan ini?”
“Saya gak bisa menjawabnya Bang. Abang gak akan pernah tahu ukuran dan nilai kebahagiaan bagi saya seperti apa. Begitu pula sebaliknya. Kita punya ‘nilai rasa’ yang berbeda dalam menakar kebahagiaan,” Ana bertutur pelan dengan tidak mengalihkan pandangan ke arah luar taksi.
Ferry terdiam, ia tak bisa berkata apa-apa lagi. Ia sadar, wanita itu cukup konsisten memegang prinsipnya. Mendadak, kesedihan merambah dalam hati sopir taksi itu. Hari ini adalah hari terakhirnya bersama Ana. Besok, Ana akan berangkat berlibur ke Singapura dan Australia mendampingi sang direktur selama sebulan. Ia tidak tahu apakah Ana akan menyewa ‘jasa’ nya lagi kelak atau mungkinkah mereka bisa bertemu lagi kelak. Baginya itu tidak penting.
Kebersamaan dengan wanita penghibur kelas atas itu selama ini, tanpa sadar membangkitkan rasa cinta dan keinginan melindungi dalam hatinya. Wanita itu bukan hanya sekedar langganan, namun telah menjadi teman baginya. Melalui kaca spion mobil, ia melirik Ana. Ia begitu cantik, sangat cantik, mengapa bunga yang begitu indah harus terhanyut dalam kubangan kotor? Ferry membatin sekaligus nelangsa. Tak lama kemudian, mereka telah sampai ke tujuan.
Ferry segera mematikan mesin mobil dan pikirannya galau sepanjang menanti panggilan dari Ana untuk mengantarnya pulang, tak terasa lima puntung rokok telah habis sampai kotak rokoknya kosong. Hujan deras mengguyur ibukota di tengah perjalanan pulang mengantarkan wanita itu. Setibanya di rumah Ana, Ferry turun dan mengeluarkan pAnang sebelum membuka pintu belakang dan memAnangi wanita itu hingga ke gerbang.
“Bang, masuk dulu aja, minum dulu sambil tunggu hujan reda!” tawar Ana setelah membuka gembok.
“Tapi Mbak…”
“Sudahlah Bang, masuk saja, hujannya terlalu deras, mana ada yang numpang saat-saat gini?” Ana malah menarik lengan Ferry memasuki pekarangan rumahnya.
Ferry tidak bisa menolak lagi ajakan wanita itu, malah hati kecilnya merasa girang. Mereka berlari kecil ke pintu. Ana membuka pintu dan mempersilakan sopir taksi itu masuk. Ferry langsung merasakan kehangatan begitu memasuki rumah itu. Ana memang pandai menata interior ruangan sehingga kelihatan menarik dan nyaman.
Dekorasi ruangan tamunya bertema oriental, beberapa buah patung menghiasi berbagai sudut. Ferry terbengong-bengong memandangi sekitar ruangan itu, entah perlu gaji berapa puluh tahun baru bisa membeli rumah seperti ini.
“Duduk Bang!” Ana mempersilakannya duduk di sofa “mau minum apa nih? Teh? Kopi? Juice?” tawarnya sambil ke mini bar dekat situ.
“Kopi panas aja Mbak, makasih ya!” jawab Ferry sambil menjatuhkan diri di sofa.
Ada beberapa majalah dan surat kabar di bawah meja ruang tamu. Ferry pun membuka-buka sebuah majalah sambil menunggu Ana membuatkan minum. Di sebuah sudut ruangan nampak sebuah koper besar dan sebuah yang kecil, Ana memang telah selesai mengepak barang-barang yang akan dibawa sehingga besok tinggal diangkut ke mobil.
“Silakan Bang, diminum dulu kopinya” tiba-tiba Ana sudah berada di depannya dan meletakkan segelas kopi yang masih mengepul atas meja di depanku.
Badannya agak membungkuk, sehingga sopir taksi itu bisa melihat sekelebatan tonjolan dua bukit dadanya yang kencang dan dibalut bra hitam lewat gaun terusannya yang longgar. Sejenak dadanya berdesir dan ia merasa celananya tiba-tiba menjadi sempit.
“Makasih ya Mbak!”
Ana kemudian duduk di sebelahnya cukup dekat untuk ukuran seorang sopir taksi dan penumpangnya. Keduanya mulai mengobrol dan bercerita tentang apa saja, juga saling bertukar lelucon dan mereka tertawa lepas.
“Ini hari terakhir kita bertemu Bang! Besok saya pergi…makasih ya bantuannya selama ini” kata Ana berkata sambil menghela nafas.
Hingga suatu saat, Ferry memberanikan diri dengan dada berdebar keras memegang jemari tangan wanita itu, ia ingin memberinya penghiburan sebelum pergi jauh dalam waktu relatif lama. Ana agak tertegun, tapi tidak menolak.
“Mbak…jaga diri di sana ya” kata Ferry singkat.
Ana tersenyum, “Ya…makasih, Abang juga, semoga dapat jodoh yang baik” balasnya.
Tiba-tiba Ana melepaskan tangan sopir taksi itu lalu berdiri kemudian menuju kamarnya.
“Tunggu bentar ya Bang!” katanya sambil tersenyum penuh arti, ia lalu mengambil remote TV di meja ruang tamu dan menyalakan TV di depan mereka, “nonton aja dulu ya sambil nunggu!” lalu ia masuk ke kamarnya.
Di ruang tamu, Ferry mendengar sAnap-sAnap suara air yang mengucur deras dari dalam kamar itu. Rupanya di dalam ada kamar mandi dalam. Tak lama kemudian, Ana keluar dari kamarnya, kini ia sudah memakai kimono sutra berwarna biru. Sungguh cantik dan menggairahkan ia dalam balutan pakaian tersebut, belahan pahanya memperlihatkan pahanya yang indah.
“Ayo sini Bang!” ajak Ana sambil menggandeng tangan Ferry.
“Tapi Mbak…mau apa?” Ferry gugup dengan ajakan wanita tersebut.
Ia menurut saja walau merasa canggung karena baru pernah seorang wanita mengajaknya masuk ke kamarnya seperti ini.
“Eeennggg….kamarnya bagus ya Mbak!” pujinya sambil menutup kegugupan, “kita mau apa Mbak?”
Ana hanya menjawab terima kasih, dia terus menuntun Ferry hingga memasuki kamar mandinya. Di dalam kamar mandi, ia melihat air kran masih mengucur deras hampir memenuhi separuh dari bathtub. Wangi harum dari bubble bath segera memenuhi paru-paru pria itu.
“Bang…makasih ya atas bantuannya selama ini” kata Ana lalu tiba-tiba merangkul sambil mendorong Ferry ke belakang sehingga tubuh pria itu terhimpit ke tembok, tangannya lalu meraba sekujur tubuh sopir itu, “abang orang baik, tulus, jarang saya temui orang seperti abang jaman sekarang ini, apalagi di dunia saya”
“Eeee…apaan nih Mbak?” Ferry mencoba menghindar antara mau dan tidak.
“Anggap ini hadiah perpisahan dari saya Bang…sekaligus terima kasih untuk mengembalikan lipstik saya itu” habis berkata Ana lalu mencium Ferry dengan bernafsu sekali sambil tangannya meremas-remas selangkangan pria itu.
Iman Ferry pun dengan cepat runtuh. Ia pun membalasa mencium dan memagut bibir indah Ana sambil tangannya meremas lembut pantatnya. Ana mulai melepaskan satu persatu kancing seragam sopir Ferry. Belaian tangan lembut wanita itu pada dadanya sungguh membangkitkan gairah si sopir taksi, kelelakiannya terasa makin keras sehingga celana panjangnya terasa semakin sesak.
Tangannya agak gemetar dan mulai berani meraba dan meremas lembut bukit dada Ana. Wanita itu melenguh dan semakin ganas dengan permainan “french kiss” nya. Sebentar saja seragam sopir itu sudah lepas dan jatuh ke lantai. Ana melanjutkan dengan membuka celana panjang pria itu. Ferry pun mulai melepaskan tali pinggang yang membalut kimono Ana. PAnadaranya yang sudah membusung dengan putingnya yang tegak telah membayang di balik kimononya, terlihat jelas ia sudah tidak memakai bra lagi.
Ana meraba dan meremas lembut batang kemaluan Ferry yang masih dibalut celana dalamnya. Dia memainkan jemarinya dan mulai merogoh masuk celana dalam itu, menjemput batang kelelakian si sopir taksi. Dengan sekali tarik, terbukalah kimono Ana, wanita itu lalu meloloskan tangannya sehingga kimono itu segera jatuh ke lantai. Betapa indah tubuh di baliknya yang sudah tidak memakai apa-apa lagi, kulitnya putih mulus dan begitu terawat.
Kemaluannya ditumbuhi bulu-bulu yang halus dan dicukur rapi, tidak terlalu lebat, tapi juga tidak terlalu tipis. Celah kewanitaannya membayang di balik bulu-bulu tersebut. Telanjang sudah wanita cantik itu di depan Ferry yang selama ini mengisi fantasinya. Bukit dadanya yang ranum dengan putingnya yang berwarna kemerahan telah menegang seolah menantang untuk mengulumnya. Perlahan, Ferry mulai menyusuri bukit dadanya yang sebelah kiri dengan lidahnya. Ia memainkan lidahnya hingga ke putingnya.
Ana pun mendesis saat lidah pria itu menyentil dan mengitari putingnya, sementara tangan kiri pria itu meremas lembut dan memainkan bukit dada dan putingnya yang kanan. Ana mendesah nikmat. Tangannya merenggut celana dalam Ferry dan menurunkannya dengan cepat hingga terlepas ke lantai. Dengan ganas ia memainkan dan mengocok batang kelelakian yang telah ereksi maksimal itu.
“Yuk…kita sambil berendam aja!” Ana “menuntun” penis Ferry menuju bathtub.
Ferry hanya bisa pasrah tidak bisa berkata-kata menikmati pelayanan Ana. Ia merebahkan diri ke dalam bathtub dan Ana dengan perlahan mengocok dan mengurut penisnya di antara busa-busa sabun dan air hangat. Wanita duduk di antara dua kakinya sambil masih terus mengurut dan mengocok penisku. Ferry memejamkan mata menikmati setiap sensasi yang menjalari sekujur tubuhnya. Rasa geli yang nikmat ia rasakan setiap gerakan lembut tangan Ana beraksi naik turun.
“Eeemmmhhh…enak Mbak…!” erang Ferry.
Entah berapa lama ia menikmati permainan tangan Ana. Lalu ia menarik bahu wanita itu dan membalikkan badannya ke arah badannya. Dipeluknya Ana dari belakang. Kini gilirannya untuk memberikan kenikmatan buat wanita itu. Tangannya memainkan pAnadaranya dengan jalan meremas, meraba dan memilin-milin lembut dengan tangan kanannya.
Sementara tangan kirinya juga tidak tinggal diam, memainkan paha, lipat paha dan daerah gerbang kewanitaan Ana. Ana mengerang, mendesis dan melenguh. Hidung dan lidah Ferry menciumi dan menjilati daerah di belakang daun telinga Ana dan sekitar tengkuknya. Jari-jari kasarnya memilin dan memencet-mencet lembut klitoris dan labia mayora wanita itu.
“Oohhhhhh….Bang, enak Bang…terushhh…saya milikmu malam ini!” desah Ana
Ferry sedang menciumi leher Ana, tangannya meremas lembut pAnadara montok itu. Ana yang sudah sangat berpengalaman dalam hal ini, tak mau kalah. Ia mengocok pelan penis Ferry. Sopir bertampang ndeso itu pun semakin buas karena terangsang, ia memutar wajah wanita itu ke belakang lantas bibir mereka bertemu, saling pagut, saling gigit, lidah keduanya berbelitan dan air ludah mereka bercampur
Akhirnya setelah seperempat jam, mereka pun menyudahi pemanasan yang penuh gairah itu karena kulit mereka mulai keriput disebabkan oleh terlalu lamanya kami berendam dalam air bubble bath. Ana menciumi wajah ndeso itu dengan penuh kelembutan dan akhirnya keduanya melakukan “french kiss” lagi dengan posisi saling mendekap. Setelah puas melakukan “french kiss”, Ana berdiri dan memutar kran shower untuk membilas tubuh mereka. Di bawah derai siraman air shower, keduanya kembali berpelukan dan melakukan “french kiss” lagi. Saling meraba, saling mengelus dan menyusuri tubuh pasangan masing-masing.
Rupanya Ana sudah birahi tinggi. Ia menaikkan satu kakinya ke pinggir bathtub dan menuntun penis Ferry ke arah gerbang kewanitaannya.
“Saya udah kepengen banget Bang, ayo setubuhi saya…buat saya menggelepar keenakan!” pintanya.
Ferry membantunya sambil tangan kirinya memilin-milin puting pAnadara kanannya. Ia menggeser-geserkan ujung kepala kemaluannya pada klitorisnya. Perlahan, ia mendorong masuk penisnya ke dalam liang kemaluan Ana. Pelan.. lembut.. perlahan.. sambil terus mengulum bibir merahnya. Ana mendekap si sopir taksi sambil mendesis di sela-sela ciuman mereka.
Akhirnya amblaslah kira-kira tiga per empat dari panjang kemaluan Ferry, dan mulai maju-mundur menggenjot vagina wanita itu. Ana memejamkan matanya sambil terus mendesis dan melenguh. Ia memeluk pria itu semakin kencang. Ferry mengAnankan pantatnya semakin cepat dengan tusukan-tusukan dalam yang ia kombinasikan dengan tusukan-tusukan dangkal. Ana membantu dengan putaran pinggulnya, membuat batang kemaluan Ferry seperti disedot dan diputar oleh liang kemaluannya.
Guyuran air shower menambah erotis suasana dan nikmatnya sensasi yang mereka alami. Ferry merasakan lubang kemaluan Ana semakin licin dan semakin mudah baginya untuk melakukan tusukan-tusukan kenikmatan yang mereka rasakan bersama. Setelah agak lama melakukan posisi ini, Ana menarik pantatnya sehingga batang kemaluan pria itu terlepas dari lubang kemaluannya.
Kemudian ia membalikkan badannya dan agak membungkuk, menahan tubuhnya dengan berpegangan pada dinding kamar mandi. Rupanya dia ingin merasakan posisi “rear entry” atau yang lebih populer dengan istilah “doggy style”. Kemaluannya yang berwarna merah jambu sudah membuka, menantang, dan terlihat licin basah. Perlahan Ferry memasukkan batang kemaluannya yang tegang kaku dan keras ke dalam lubang kemaluan Ana.
“Aaaahh….yahhh!” desis Ana dengan tubuh mengejang.
Klikbandar88 Agen Sakong Online | Bandar66 | Capsa Susun | Bandar Poker | Judi Domino99 | BandarQ | AduQ | Poker
Ferry mulai mengAnankan pantatnya maju-mundur, menusuk-nusuk lubang kemaluan Ana. Ana merapatkan kedua kakinya sehingga batang kemaluan pria itu semakin terjepit di dalam liang kemaluannya. Ferry merasakan kenikmatan yang luar biasa dan sensasi yang sukar dilukiskan dengan kata-kata setiap kali ia menghujamkan kemaluannya. Tangannya meremas-remas pantat Ana bergantian dengan remasan-remasan pada pAnadaranya. Sesekali, ia menggigit-gigit kecil di daerah sekitar tengkuk dan pundak wanita itu.
Setelah cukup lama bergumul dalam posisi doggie, tiba-tiba Ana meminta berhenti lalu membalik badannya dari posisi “rear entry” ke posisi berhadapan.
“Nikmati aku sepuas-puasnya malam ini Bang, mungkin ini pertama dan terakhir kalinya buat kita!” katanya dengan nafas tersenggal-senggal.
Habis berkata Ana langsung mencium Ferry dengan ganasnya sambil mencengkeram erat punggung pria itu, merapatkan tubuhnya dan meraih penisnya yang masih menegang. Ferry mengangkat kaki kiri wanita itu dan mengarahkan penisnya ke liang kemaluannya.
Dengan sekali dorong penis itu pun kembali memasuki liang kewanitaan Ana yang sudah sangat berlendir itu. Setelah penisnya masuk, Ferry pun menyentak-nyentaik batang kemaluannya lagi, semakin keras, semakin cepat dan bertenaga. Keduanya semakin lepas kontrol, erangan mereka sahut-menyahut berpadu dengan suara shower akibat dilanda nikmat yang luar biasa.
“Aaaarrgghh….entot memekku, Bang…, yah…gituuuuuhh…yang keras, yang keras….oohhhh, kontol Abang enak bangettthhh!” ceracau Ana tidak karuan
Ferry pun jadi merasa sangat perkasa dan semakin bergairah karena merasa berhasil membuat wanita itu keenakan. Maka ia semakin kuat menyodoki batang kemaluannya di dalam vagina Ana. Seiring dengan semakin kuatnya rintihan dan erangannya. Ana merasakan klimaksnya sudah sangat dekat.
“Saya keluaarr Bang..! Aaagghh..!” serunya sambil memeluk Ferry erat-erat.
Ana merasakan liang kemaluannya berdenyut-denyut seperti menghisap-hisap kemaluan Ferry. Pria itu juga merasakan tubuh Ana yang menjadi lemas setelah mengalami wanita orgasme. Namun ia masih saja memompa kemaluannya sambil menyangga tubuhnya. Mulutnya menghisap-hisap puting pAnadaranya, kiri-kanan sambil lidahnya berputar-putar pada ujungnya. Sesekali jari-jariku meraba dan memutar-mutar klitorisnya. Ana seperti orang yang sedang tak sadarkan diri. Dia hanya ber-ah-uh saja sambil sesekali menciumi bibir tebal Ferry. Setelah beberapa saat, mendadak dia mengejang lagi, melenguh dan mengerang,
“Aaagghh..! Ooohh Bang…saya keluaarr lagii..!”
Ana engalami orgasmenya yang kedua kalinya atau istilahnya multiple orgasm. Ana menciumi pria itu dengan ganasnya sebagai ekspresi kenikmatan orgasme yang diraihnya.
“Mbak..tahan yah.. saya juga mau keluar sedikit lagi..” kata Ferry sambil memacu pantatnya lebih cepat lagi menghujam liang kemaluan Ana.
Ana hanya bisa pasrah. Akhirnya, Ferry pun merasakan sebuah gelombang besar yang mencari jalan keluar. Ia mencoba untuk menahannya selama mungkin, tapi gelombang itu semakin besar dan semakin kuat, maka ia mengatur pernapasan, berkonsentrasi penuh. Tangannya yang kokoh mendekap erat tubuh Ana.
“Aaahhh…saya keluar Mbaaakkk!” erangnya melepas orgasme
Ferry merasakan kenikmatan yang luar biasa menjalari sekujur tubuhnya. Ada rasa hangat menyelubungi tubuhku. Kemaluannya berdenyut-denyut di dalam liang kemaluan Ana. Perasaan yang baru pernah dirasakannya seumur hidup, bahkan dengan mantan istrinya di kampung yang lugu dan gagap seks. Ana menjerit kecil merasakan semburan hangat memenuhi vaginanya memberinya sensasi nikmat yang luar biasa.
“Fantastis…beneran nih Abang cuma pernah main sama mantan istri Abang dulu?” Ana setengah tak percaya.
“Iya sumpah Mbak, emang kenapa?” tanya pria itu keheranan.
“Jajan juga gak pernah?” tanya Ana lagi sambil meraih penis Ferry yang masih tegang yang baru saja lepas dari himpitan vaginanya
Ferry menggeleng, menatap wajah Ana yang semakin cantik pasca orgasme dan dalam keadaan basah di bawah siraman shower.
“Saya percaya, orang seperti Abang gak ada bakat untuk bohong” Ana tertawa renyah.
Ferry hanya nyengir kuda lalu mencium lembut kening wanita itu. Ketika mencuci batang kelelakiannya di bawah shower. Ana memeluk Ferry dari belakang dan membantu mencuci batang itu. Setelah selesai mandi bareng, mereka saling mengeringkan diri dengan handuk. Ketika Ferry hendak mengenakan pakaiannya kembali, Ana melarangnya dan menawarkan untuk bermalam di situ.
“Abang capek? Malam ini nginep aja di sini…hujannya juga belum berhenti!” tawar Ana
“Eerrr…Mbak!” Ferry menepuk pundak Ana yang membelakanginya
“Iya…eeemmm!”
Saat Ana menoleh, Ferry mencuri sebuah ciuman dan dibopongnya Ana ke arah tempat tidurnya yang berukuran queen size dengan warna serba pink. Diletakkannya tubuh telanjang Ana perlahan di tempat tidurnya. Ia ciumi sekujur tubuhnya. Setelah puas, ia berbaring di sebelahnya, tangannya mendekap tubuh wanita itu dan mulutnya menciumi di sekitar daun telinganya sambil tangannya mengelus-elus punggungnya. Tak lama kemudian Ana tertidur dengan senyum di bibirnya. Ferry mengecup lembut bibirnya, lalu ikut tidur di sampingnya, beredekapan, telanjang di bawah selimut.
Keesokan pagi
Ferry terbangun saat ia merasakan ada jari-jari halus meraba-raba dadanya dan ciuman di keningnya. Ana telah lebih dahulu bangun dan dia membangunkan pria itu. Ana mengecup bibir tebal itu perlahan dan mereka pun terlibat dalam sebuah “french kiss”. Tangan Ferry mengelusi punggung putih mulus Ana sementara Ana mengelus-elus rambutnya.
“Mbak…bukannya hari ini harus ke bandara? Nanti telat” kata Ferry.
Klikbandar88 Agen Sakong Online | Bandar66 | Capsa Susun | Bandar Poker | Judi Domino99 | BandarQ | AduQ | Poker
“Masih ada waktu…” jawab Ana “pesawatnya berangkat sore jam lima, kenapa gak kita habiskan bersama saja?”
“Apa gak akan ada orang lain lagi ke sini? Kalau kita ketauan kan gak enak” Ferry agak was-was kalau ketahuan ia sedang meniduri wanita simpanan orang kaya, bisa-bisa digebuki seperti di film-film.
“Nggak…dia terlalu sibuk jam-jam segini, nanti baru nyusul di bandara” Ana tersenyum lalu mengecup kembali bibir Ferry. “pokoknya Bang…sekarang ini waktu cuma buat kita berdua, santai dan nikmati aja!”
Ana mulai menciumi sekujur tubuh sopir taksi itu, menjilati dadanya dan menggelitiki putingnya dengan lidahnya. Tangannya menjalari sekujur tubuhnya dan meraba-raba batang kelelakian Ferry, memainkannya, mengelus dan mengurutnya sehingga penis itu pun bangun dari tidurnya. Ana tersenyum. Perlahan, disusurinya perut, pusar dan pinggangku dengan lidahnya.
“Eeemmhh…Mbak!” desah Ferry yang merasakan geli-geli nikmat yang membuatnya merinding. Ia mengusap-usap kepala Ana dengan penuh kelembutan. Disisirnya rambut wanita itu dengan jari-jarinya dan sesekali diraba-raba tengkuk dan balik telinganya.
Perlahan jilatan lidah Ana semakin turun ke arah selangkangan Ferry. Dengan jemari tangan kirinya yang halus, ia menggenggam penis Ferry, mendongakkannya, dan dia mulai menjilati daerah pangkalnya. Disusurinya penis itu dengan lidahnya hingga ke ujungnya yang bersunat. Ia memutar-mutar ujung lidahnya ke arah lubang dan sekitarnya pada ujung batang penis pria itu. Ia memang profesional dalam membuat Ferry merasa seperti melayang.
Dari ujung penis itu, Ana kembali menyusurinya hingga ke bawah, menjilat-jilat buah pelirnya, sesekali mengecup dan agak menghisapnya. Rasa aneh antara sakit, geli, dan enak membuat Ferry menggeliat-geliat.
“Enakkhh…Mbak…geli…uuhh” desah Ferry sambil meremasi rambut Ana.
Ana memandang pria itu dengan pandangan mata yang menggemaskan
“Sungguh bidadari sejati.. betapa cantiknya kamu Ana!” kata Ferry dalam hatinya
Tiba-tiba Ana berhenti melakukan oral seksnya. Dia mendekati wajah Ferry. Menciumnya dengan mesra dan lembut bibir tebal pria itu. Kemudian ia membalikkan badannya dan membelakangiku, seperti posisi “69”. Ia memegangi penis Ferry dan mulai menghisap, mengulum dan menjilatinya.
Kembali rasa geli dan nikmat mendera pria itu. Ia mencium wangi harum yang khas dari gerbang kewanitaan Ana yang terpampang menantang di depan wajahnya. Gerbangnya sudah mulai terbuka, berwarna merah muda dengan dihiasi bulu-bulu halus dan dicukur rapi. Penisnya berdenyut-denyut di antara hisapan dan geseran lidah wanita itu.
Ia memegangi dan mengelus pantat Ana dengan kedua tangannya. Ia arahkan gerbang kewanitaannya ke arah mulutnya. Dijilatinya bibir vagina itu dan daerah sekitarnya. Ana mengerang di antara hisapan-hisapannya pada batang kemaluan Ferry. Vagina itu mulai licin dan basah, serta terus menebarkan aroma yang khas harum karena rajin dirawat.
Ferry mendapati sebuah tonjolan kecil di antara belahan gerbang kewanitaannya, dijilatinya benda itu. Ana pun mengerang dan mendesis, sejenak melepaskan batang kelelakian itu dari mulutnya. Ferry menjilat dengan lembut dan sesekali lidahnya menggeser-geser tonjolan kecil yang ada di belahan gerbang kewanitaan Ana. Ana mendongakkan kepalanya dan mendesis-desis kenikmatan sambil menggoyang-goyangkan pantatnya.
“Oooh Bang… kok jilatannya enak bangethhh!” kata Ana di antara erangannya.
Ana mengurut dan mengocok penis itu makin cepat sambil mulutnya menghisap ujungnya. Kedua tangan Ferry tidak tinggal diam saat lidahnya beraktivitas. Terkadang jari-jari tangannya menggaruk mesra punggung Ana dengan lembut, atau meraba, mengusap dan memainkan pAnadaranya yang menggantung menantang di atas perutnya.
Setelah beberapa lama saling menjilat, menghisap dan menikmati permainan ini, Ana beranjak dari posisinya.
“Bang…sekarang yah!” katanya sambil memegang penis yang tegang tegak kaku menghadap langit-langit.
Ana mengangkangi Ferry sambil memunggunginya. Ia mengarahkan batang kelelakian itu ke gerbang kewanitaannya. Ferry menggeser-geserkan ujung penisnya pada tonjolan kecil di antara belahan gerbang kewanitaannya untuk membantu penisnya masuk. Ana memejamkan matanya sambil mendesah saat penis pria itu memasuki liang kemaluannya yang sudah licin basah.
Pelan.. lembut.. Ana perlahan menurunkan pantatnya, membuat penis itu masuk semakin dalam. Terus turun hingga akhirnya mentok dan menyisakan kira-kira seperempat dari panjang penis pria itu. Ana agak terpekik saat ujung penis itu menyentuh dinding rahimnya. Kemudian Ana mulai menggoyangkan pantatnya naik-turun-naik-turun. Pada mulanya perlahan hingga beberapa gerakan, akhirnya Ana semakin cepat.
Mereka menikmati sensasi yang luar biasa saat kedua alat kelamin keduanya menyatu dan saling bergesekan. Ana berulang kali mendesah, melenguh, mendesis, meracaukan kata-kata yang tak jelas. Ferry juga menikmatinya dengan pikiran yang melayang meresapi rasa geli dan nikmat yang menjalari sekujur tubuhnya.
Beberapa menit kemudian, Ferry mengangkat badannya sekitar 45 derajat dan bersandar pada kepala tempat tidur Ana. Ana sambil membelakangi bertumpu pada perut pria itu dan terus mengAnah tubuhnya naik-turun pada selangkangan pria itu divariasikan dengan memutar-mutar pinggulnya.
“Aaaghh.. Mmmbbakkk..” teriak Ferry sambil memegangi pinggangnya yang ramping dan putih mulus karena penisnya serasa dipelintir ketika Ana meliuk-liukkan tubuhnya.
Ia meraih tubuh Ana dari belakang. Ia remas-remas lembut kedua pAnadaranya yang terasa keras tapi kenyal. Putingnya ia pilin-pilin dengan mesra. Ana menghentikan sejenak Ananan pantatnya. Dia mendesah, mendesis. Ferry merasakan batang kemaluannya dan liang kemaluan Ana sama-sama berdenyut-denyut. Diciuminya tengkuk wanita itu, sesekali digigit-gigit ringan tengkuk, bahu kanannya, dan belakang telinganya.
“Putar sini Mbak!” pinta Ferry pada Ana untuk membalikkan posisinya.
Wanita itu berbalik tanpa melepaskan batang kemaluan Ferry dari liang kemaluannya. Batang kemaluan itu pun serasa ada yang memuntirnya. Sekarang keduanya berhadapan. Mereka saling memeluk, saling meraba. Ferry mereasakan penisnya masih berdenyut-denyut di dalam liang kemaluan Ana yang juga terasa berdenyut-denyut seperti menghisap batang kemaluan itu. Mereka berpagutan, saling menggigit, menghisap dan mengulum.
Tangan dan jemari Ferry dengan lincahnya bergerak di sekujur badan Ana, membuat wanita itu kegelian dan merinding. Sekitar setengah jam dalam posisi demikian, akhirnya Ferry merasakan ada sensasi luar biasa yang membuat tubuhnya serasa mau meledak. Ia mengerang dan mengatur napasnya. Rasanya ada gelombang besar dari pinggangnya yang hendak mencari jalan keluar melalui batang kemaluannya.
Klikbandar88 Agen Sakong Online | Bandar66 | Capsa Susun | Bandar Poker | Judi Domino99 | BandarQ | AduQ | Poker
“Mbak Ana sayang…saya hampir keluar sedikit lagi..” kata Ferry terengah-engah.
“Barengan ya Bang!” jawab Ana lalu memagut bibir tebal pria itu
Ferry pun balas menciumnya. Mereka sama-sama diam dalam posisi berciuman sambil terus memacu tubuh. Ferry merasakan seperti ada aliran listrik mulai merayapi sekujur tubuhnya. Sekujur tubuhnya terasa hangat, begitu juga dengan tubuh Ana. Sambil terus bermain lidah, mereka menikmati sensasi yang luar biasa itu.
“Aaaaahhhhh….!!” erang Ferry melepas ciuman
“Iyaahhhh….teruusss…..teruussshhh!!”Ana juga merasakan hal yang sama
Ferry merasa seperti melayang ke langit. Senyap, pandangan matanya berkunang-kunang walaupun memejamkan matanya. Rasa nikmat yang aneh disertai oleh rambatan sensasi menjalari setiap bagian tubuh mereka. Mereka mengejang hingga akhirnya merasakan suatu yang sangat melegakan.
Nikmat…cahaya terang yang membuat berkunang-kunang itu berubah menjadi kegelapan. Ia rubuh menindih tubuh Ana, mereka terdiam dengan nafas naik turun. Ana menatap wajah ndeso si sopir taksi, dia tersenyum penuh arti dan kemudian mencium keningnya. Ferry balas memagut kecil dagu Ana. Tak lama, Ana mendorong tubuh pria itu hingga berbaring saling bersebelahan.
“Istirahat dulu yuk, abis ini kita makan!” kata Ana lalu mengajak Ferry kembali ke balik selimut. Mereka berpelukan sambil masih dalam kondisi sama-sama telanjang bulat.
Sore harinya
Satu hal yang mengganjal di hati Ferry sejak peristiwa semalam dan tadi pagi, ia ingin mengungkapkan perasaannya pada Ana namun belum ada keberanian untuk itu. Ferry memang pria yang tulus, namun pengetahuannya tentang wanita terbilang minim. Kepada mantan istrinya dulu saja ia tidak pernah mengatakan ‘saya cinta kamu’ karena memang mereka dijodohkan. Pasangan yang ketika itu masih sangat hijautidak pernah merasakan saat-saat romantis hingga akhirnya perceraian mereka.
Sepanjang perjalanan ke bandara ia tidak ada kesempatan untuk itu karena Ana sibuk bicara melalui ponselnya, yang pertama dengan seorang teman, yang kedua dengan si direktur, yang membakar api cemburu dalam hati Ferry. Ketika taksi yang dikemudikannya akhirnya tiba di bandara, Ferry turun duluan dan menurunkan barang bawaan Ana dari bagasi, saat itu Ana masih berbicara di ponselnya.
Ini adalah saat terakhir, juga mumpung antrian kendaraan di gerbang keberangkatan tidak terlalu padat, maka Ferry pun membulatkan tekadnya, ia masuk ke jok kemudi. Ana baru saja hendak membuka handle pintu belakang ketika sopir taksi itu akhirnya berseru.
“Ana, tunggu!” pertama kali ia memanggil wanita itu dengan namanya.
Ia mengurungkan niatnya dan memandang nya. Matanya bertanya. Dada pria itu berdegup kencang.
“Saya mencintai kamu, Ana,” Ferry mengungkapkan perasaan itu dengan tenggorokan tercekat.
Ana menatap tak percaya. Ferry segera meraih tangannya, meraba jemarinya yang halus, mengalirkan keyakinan. Mata mereka saling bertatapan tanpa berkata-kata, hening selama beberapa saat
“Hentikan semua ini, Ana. Kamu seharusnya hidup lebih layak, terhormat dan bernilai. Apa yang kamu lakukan selama ini hanya akan membuat hidupmu didera kesalahan dan dosa. Hiduplah dengan saya. Kita kawin. Saya berjanji akan membahagiakan kamu.”
Ana menggigit bibir. Ia tampaknya memikirkan sesuatu. Ferry berharap-harap cemas dalam hatinya, ia menggigit bibir bawahnya dan jantungnya berdebar kencang sekali, inilah pertama kalinya dalam hidup ia terus terang mengungkapkan cinta pada seorang wanita. Ia sudah menabah-nabahkan hati untuk siap menerima kemungkinan terburuk. Matanya memandang Ana dengan tajam dan penuh harap.
Ana akhirnya tersenyum, ia mempererat genggaman tangan si sopir taksi. Tatapan matanya seperti menyiratkan sesuatu. Sesuatu yang sangat misterius sebelum akhirnya berkata,
“Baiklah Bang….” ia berhenti sesaat, “saya memang harus menentukan pilihan, pada akhirnya. tapi kita hidup dalam dunia yang berbeda. Bang, Abang tak akan bisa memahami saya, seperti saya pun tak bisa memahami Abang. Terima kasih atas ketulusan tawaran Abang. Saya menghargainya. Biarkan saya memilih dan melewati jalan yang menurut saya terbaik. Abang orang baik, terus terang, saya suka Abang, seandainya takdir mempertemukan kita lebih awal atau di tempat yang lain dari sekarang, kita mungkin bisa bersatu.
Saya doakan Abang kelak mendapat jodoh yang baik…jauh lebih baik dan suci, tidak seperti wanita di depanmu ini. Maafkan saya…selamat tinggal!” Ana mengucapkannya dengan bibir bergetar, pelupuk matanya basah, namun ia menyekanya cepat-cepat, lalu membuka handle pintu tergesa-gesa dan pergi. Ferry tak bisa mencegahnya lagi. Ia hanya sempat memandangi punggungnya serta gaunnya yang berkibar ditiup angin berjalan memasuki bandara ke gerbang keberangkatan, untuk terakhir kali tanpa menoleh ke belakang, dengan pandangan kosong.
Terasa ada yang hilang dalam dirinya, bak istana pasir yang diterpa ombak dan lenyap seketika, sesuatu yang tak dapat ia ungkapkan bagaimana adanya. Dua puluh menit Ferry termenung di taksinya di luar bandara, matanya kosong menatap langit biru. Sebagian dirinya serasa hilang bersama wanita itu. Tiga batang rokok telah dihabiskannya sejak Ana meninggalkannya tadi.
“Ferry…ayo kamu bisa! Dunia belumlah kiamat, kehidupan terus berjalan! Bangkit!! Bangkit!! Jangan harap Bapak akan menemui kamu di akhirat nanti kalau kamu sampai bunuh diri gara-gara patah hati! Bangkit…bangkit…bangg…bangg” Ferry sekonyong-konyong mendapat seruan itu dalam lamunannya, almarhum ayahnya seperti sedang menyemangatinya
“Bang….bang…narik ga nih?” tiba-tiba saja sebuah suara dari sebelah menyadarkannya, rupanya ia setengah tertidur di tengah lamunannya.
“Ooohh….iya…iya Pak, narik lah…ayo silakan masuk!” ia membukakan pintu belakang untuk pria berumur empat puluhan itu, “kemana nih Pak?”
“Sudirman, cuma lagi ada demo deket situ…bisa ga Bang? Saya buru-buru nih, daritadi udah dua sopir nolak!” jawab pria yang menenteng tas laptop itu.
“Beres Pak…saya coba lewat jalan tikus, moga-moga keburu!” sahut Ferry lalu segera tancap gas dari situ,
“Ayo Ferry, kamu bisa, semangat!!” ia kembali menyemangati dirinya, ia harus tegar seperti apa yang selalu ayahnya ajarkan sejak kecil.
Delapan tahun kemudian
Foodcourt sebuah mall
“Oke..oke…, kamu urus saja, yang ginian gak usah pakai lapor, belajar lah memutuskan sendiri!” Ferry berbicara lewat ponsel dengan seseorang, “pokoknya pastikan jangan sampai terlambat, ketepatan waktu yang bikin perusahaan kita dipercaya orang, ngerti?!”
“Baik Pak…saya usahakan sebaik mungkin, Bapak tenang aja, nanti saya kabari lagi” jawab suara di seberang sana.
“Gitu dong….oke ditunggu kabar baiknya, sampai nanti ya!” ia menuntup pembicaraan lalu melanjutkan makannya yang tinggal sedikit lagi.
Ferry yang sekarang sudah berbeda dari Ferry yang dulu, rambutnya kini telah dicukur cepak dan rapi, sebagian kecil nampak telah beruban, di atas bibirnya yang tebal itu telah tumbuh kumis tipis. Soal level kegantengan yang di bawah rata-rata sih memang tidak terlalu mengalami kemajuan, tapi kini ia terlihat lebih dewasa. Pakaian yang melekat di tubuhnya bukan lagi seragam sopir taksi seperti dulu, melainkan sebuah kaos berkerah merek ternama dan ponsel yang dipakainya bukan lagi barang seken atau murahan lagi, melainkan keluaran terbaru yang masih mulus.
Klikbandar88 Agen Sakong Online | Bandar66 | Capsa Susun | Bandar Poker | Judi Domino99 | BandarQ | AduQ | Poker
Hasil kerja keras, pengalaman dan tabungannya selama ini telah mengubah nasibnya, kini ia telah memiliki sebuah perusahaan travel yang sangat berkembang, bahkan telah membuka cabang di kota lain. Ia baru saja menyeruput minumannya ketika sesuatu tiba-tiba membentur sepatunya. Ia melongok ke bawah meja dan menemukan sebuah mobil-mobilan. Seorang bocah laki-laki mengejar dari belakang dan hendak mengambil mobil itu.
“Michael…Mom said don’t play it here…now you see!” sahut seorang wanita
Ferry memungut mainan itu dan memberikannya kembali pada si bocah berparas blasteran bule itu.
“Thank you sir!” kata si anak.
“Maaf ya Pak…come say sorry to uncle!” kata wanita itu, “Hah….kamu!”
Ferry juga tertegun begitu melihat ibu dari anak itu, mereka saling tatap selama beberapa saat seperti tidak percaya pengelihatan masing-masing.
“Ferry? Bang Ferry?” wanita itu membuka suara duluan.
“Iya…Ana kan?” yang dijawab wanita itu dengan anggukan kepala.
Tidak banyak yang berubah pada wanita itu, ia tetap cantik dan tubuhnya masih langsing walau telah memiliki anak. Rambutnya kini agak bergelombang dan disepuh kecoklatan. Pakaian yang dikenakannya serta wajahnya dengan make up tipis membuat penampilannya jadi keibuan.
“Eeemmm…sudah lama ga jumpa ya…gimana kabarnya sekarang?” sapa Ferry yang merasa senang kembali bertemu dengan wanita itu, ia sangat penasaran dengan kabarnya selama tujuh tahun ini yang tidak pernah kedengaran lagi, “ayo duduk dulu!”
Ana duduk di depan Ferry dan keduanya saling berpandangan dengan gembira.
“Kelihatannya banyak yang sudah berubah” kata Ana melihat penampilan pria yang dulu menjadi sopir langganannya itu yang juga pernah menghabiskan semalam penuh gairah bersamanya.
“Ya…banyak, sangat banyak, kehidupan ini memang dramatis” jawab Ferry “kamu di mana saja selama ini? Pulang kampung?”
“Bukan…jauh…jauh sekali, benar kata Abang kehidupan itu dramatis, selain itu juga penuh misteri”
Ana kini telah menikah dengan seorang bule Inggris. Setahun setelah perpisahan mereka di bandara, ia berhenti menjadi wanita simpanan si direktur yang mulai berpindah ke lain hati. Di tengah kesepiannya, ia berkenalan dengan ekspatriat asal Inggris, hubungan mereka makin serius.
Pria itu ternyata tulus mencintai Ana tanpa memandang masa lalunya yang kelam, ia sendiri seorang duda tanpa anak. Hubungan mereka pun berlanjut ke pernikahan dan pria itu memboyong Ana ke negaranya. Demikian pula Ferry yang kini telah sukses, ia sudah menikah empat tahun yang lalu dan memiliki seorang putri berusia tiga tahun. Mereka berbagi cerita sambil tertawa-tawa, sesekali Ana memperingatkan anaknya yang asyik dengan mainannya agar tidak jauh-jauh darinya.
“Akhirnya, hari ini saya benar-benar lega” kata Ferry,
“rasa penasaran selama ini selesai sudah dan kamu menemukan kebahagiaan kamu, seperti yang dulu kita obrolin di taksi, ingat?”
“Ya…doa saya agar Abang mendapat jodoh yang baik pun sudah terjawab. Tuhan memang kadang terlalu baik pada umatnya Bang, saya tidak pernah bermimpi wanita seperti saya akhirnya bisa menjadi ibu dan istri seperti sekarang ini, bagi wanita seperti saya, ini lebih dari yang saya harapkan” mata Ana nampak berkaca-kaca, nampaknya ia antara sedih dan gembira membandingkan dirinya dulu dan sekarang.
“Satu misteri kehidupan yang saya akhirnya singkap hari ini, kadang memang ada dua orang saling mencintai tapi tidak ditakdirkan untuk bersatu, seperti ada jurang yang dalam yang memisahkan mereka, namun pada akhirnya mereka akan menemukan kebahagiaannya di jalannya masing-masing dan bersama pasangannya yang lain yang berada di satu tebing dengan mereka” Ferry berfilsafat.
“…..dan kebahagiaan mereka pun bertambah ketika melihat cinta lamanya di seberang jurang itu akhirnya berbahagia walau bersama orang lain” Ana menyambung lalu mereka hening, saling tatap selama kira-kira sepuluh detik sementara Michael asyik membuka tutup pintu mobil-mobilannya.
“Ahahha…abang ambil kuliah filsafat ya setelah saya pergi?” Ana tiba-tiba tertawa renyah sambil menangkap mobil-mobilan yang diluncurkan anaknya padanya di meja.
“Hehe…sopir taksi kaya saya umur waktu itu udah kepala tiga mana sempat kuliah lagi, filsafat itu kadang keluar dari pengalaman hidup kita kok Lin, kan para filsuf sama nabi juga mendapatkannya dari pengalaman hidup dan lingkungan mereka dulu, cuma mereka lebih pandai merenungkan dan mengutarakan pada orang banyak”
“Tuh…kan berfilsafat lagi…hihihi….!” mereka saling tertawa lepas, lega setelah beban di hati masing-masing akhirnya terangkat.
Tiba-tiba BB Ana berbunyi dan ia permisi untuk mengangkatnya.
“Ok baby…we’ll meet you soon!” kata Ana lalu menuntup pembicaraan
“Papanya…udah nunggu di depan ngejemput!” kata Ana, “Oke Bang…kita sudah harus berpisah lagi, tapi kali ini perpisahan yang melegakan, ya kan?” wanita itu lalu bangkit dan berpamitan pada Ferry, “Michael, say goodbye to uncle!” katanya pada buah hatinya.
“Eeeii…Ma…udah selesai salonnya?” Ferry tiba-tiba melambai ke arah belakang Ana pada seorang wanita lain yang menghampiri mereka, “ini istri saya, Anita!” ia memperkenalkan wanita itu pada Ana, “Ini Ana…langganan taksi dulu waktu narik hehehe….”
“Ya udahlah, rapiin rambut aja ngapain pake lama?” jawab wanita itu lalu beralih menyapa Ana dan anaknya, “Hai….”
Anita dengan senyum ramah menjabat tangan Ana dan juga membelai anak itu, gemas akan wajah indo-nya yang imut-imut. Secara fisik memang Anita kalah dibanding Ana, kulitnya tidak terlalu putih dan agak gemuk, apalagi kini sedang hamil empat bulan. Namun, wanita inilah yang banyak membantu Ferry mencapai sukses, ia adalah pedagang kecil di pasar yang adalah tetangga di dekat kontrakan Ferry.
Klikbandar88 Agen Sakong Online | Bandar66 | Capsa Susun | Bandar Poker | Judi Domino99 | BandarQ | AduQ | Poker
Seorang wanita yang rajin dan ulet, sudah terbiasa kerja keras membantu perekonomian keluarga dengan berjualan kue di rumahnya dan secara online, belakangan ia mulai membuat kuenya sendiri. Anita dan keluarganya juga cocok dengan Ferry yang jujur dan pekerja keras, hubungan mereka semakin dalam terutama setelah Ferry berpisah dari Ana dulu hingga akhirnya mereka menikah dan mempunyai anak.
Dari seluruh keuntungan usaha jualan kue keringnya lah Anita membantu Ferry mendirikan usahanya sendiri hingga akhirnya sukses setelah melalui jalan yang cukup terjal dan berliku. Mereka pun akhirnya berpisah setelah ngobrol basa-basi sebentar.
“Ayo Pa, kalau telat, nanti kasian Lina nunggu sendirian di sekolah, udah mau jamnya nih!” kata Anita mengajak suaminya untuk segera meninggalkan mall itu.
“Oke Ma, yukk!!” Ferry menggandeng tangan istrinya dan mempercepat langkah.
“Omong-omong Papa punya langganan cantik juga ya…pantes Papa betah lama-lama jadi sopir taksi dulu hehehe” canda Anita sambil tetap berjalan.
Ferry hanya tertawa nyengir, hatinya tenang kini, ia dan Ana telah menemukan kebahagiaannya masing-masing. Segala sesuatu memang ada waktunya masing-masing, manusia hanya perlu berusaha sebaik-baiknya, kelak karma dan darma akan datang pada saatnya kelak.
Klikbandar88 Agen Sakong Online | Bandar66 | Capsa Susun | Bandar Poker | Judi Domino99 | BandarQ | AduQ | Poker
Follow Us
Were this world an endless plain, and by sailing eastward we could for ever reach new distances